Konflik Dualisme Kepemimpinan DPD Berujung SKLN
Utama

Konflik Dualisme Kepemimpinan DPD Berujung SKLN

Mahkamah diminta memutuskan para Pemohon sebagai pimpinan DPD periode 2014-2019 yang sah dan membatalkan pimpinan DPD Termohon periode April 2017-September 2019.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Atas dasar itu, Irman meminta Mahkamah menyatakan para Pemohon sebagai pimpinan DPD periode 2014-2019 yang sah. Selain itu, meminta agar Mahkamah memulihkan hak-hak para Pemohon selaku ketua dan anggota DPD dalam kedudukan dan harkat martabatnya dalam keadaan semula.

 

“Menyatakan Termohon tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk menjalankan kewenangan DPD, serta menyatakan tidak sah dan batal demi hukum Termohon sebagai pimpinan DPD,” pintanya.

 

Legitimasi kepemimpinan DPD

Menanggapi permohonan ini, Aswanto mencermati permohonan yang lebih pada legitimasi kepemimpinan DPD. Untuk itu, pemohon perlu membangun argumentasi yang meyakinkan, bahwa permohonan ini bukan permasalahan personal, tetapi kewenangan lembaga. “Jadi, bukan hanya kepemimpinan yang sah, apakah Pemohon atau Termohon, tetapi lebih ini kewenangan lembaga negara, DPD,” sarannya.

 

Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta agar para Pemohon menekankan dirinya dalam lembaga negara karena dalam permohonan juga terdapat pernyataan bahwa Termohon juga merepresentasikan dirinya sebagai lembaga negara. “Perlu ada tambahan argumentasi kapan seorang pimpinan itu merepresentasikan sebagai perwakilan lembaganya? Apakah bertindak sendiri atau ada mekanisme yang harus dipenuhi. Ini penting untuk kejelasan Pemohon benar-benar merupakan lembaga,” ujar Saldi.

 

Arief Hidayat menilai permohonan ini bernuansa teori baru. Sebab, berdasarkan Peraturan MK ada pembatasan subjek sengketa kewenangan lembaga negara. Dalam perkara ini, Pemohon terlihat melakukan perluasan makna dari SKLN ini. “Ini belum mencerminkan Peraturan MK yang dapat menggugurkan batasan itu. Perluasan ini dapat diterima sebagai permohonan yang perlu dipertimbangkan,” kata Arief.

 

Arief meminta para Pemohon agar mencari contoh praktik di MK negara lain, yang berwenang menyelesaikan sengketa internal lembaga negara yang tidak dapat diselesaikan sendiri lagi oleh internal lembaga yang bersangkutan, seperti permohonan ini. “Ini persoalan baru secara teoritis, maka MK butuh ditunjukkan contoh yang dapat menguatkan pandangan Mahkamah dalam menilai sengketa ini,” katanya. 

Tags:

Berita Terkait