Konstitusionalitas Jabatan Wakil Menteri Kembali Diuji
Utama

Konstitusionalitas Jabatan Wakil Menteri Kembali Diuji

Selain pemborosan anggaran negara, pengisian pos jabatan wakil menteri saat ini dinilai tidak jelas urgensinya. Majelis meminta Pemohon menguraikan bagian legal standing secara lebih spesifik agar terlihat kerugian hak konstitusional sebagaimana termuat dalam AD/ART-nya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Tentunya, tindakan yang dapat menimbulkan kesewenang-wenangan karena memberi kewenangan kepada wakil menteri tanpa melibatkan DPR sebagai representasi wakil rakyat telah bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kepastian hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945,” dalihnya.

 

Baginya, jika melihat original intent pembentukan UUD Tahun 1945 dalam Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 terbitan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK tahun 2010, tidak ada satupun yang membahas jabatan wakil menteri termasuk kedudukan, tugas dan fungsi wakil menteri. Sebab, Pasal 17 ayat (1) UUD Tahun 1945 hanya memberi kewenangan konstitusional kepada menteri sebagai pembantu presiden.

 

“Secara original intent, dapat dikatakan Pembentuk UU tidak melihat urgensi diperlukannya jabatan wakil menteri untuk membantu tugas menteri dalam menjalankan urusan pemerintahan, karena menteri sudah dibantu sekretariat jenderal dan pelaksana tugas pokok yakni direktoral jenderal dan jajaran lain di bawahnya yang diawasi inspektorat jenderal,” jelasnya.

 

Karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah Pasal 10 UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dihapus atau dibatalkan karena sejatinya bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

 

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel Anwar Usman mengatakan legal standing Pemohon sebagai status pembayar pajak, sehingga wakil menteri membebani anggaran APBN ya. “Mau tidak mau ini mempengaruhi keuangan negara ya? Namun, keterkaitan legal standing pembayar pajak dengan Ketua FKHK mesti diuraikan lebih lanjut ya,” sarannya.  

 

Anggota Majelis Manahan MP Sitompul meminta terkait legal standing Pemohon sebagai pembayar pajak, harus dijelaskan lebih spesifik lagi kerugian konstitusionalnya. “Sebagai Ketua FKHK meski sudah ada AD/ART-nya, perlu diuraikan lebih lanjut, mana kira-kira dari AD/ART-nya yang benar-benar menyatakan ada kerugian konstitusional Pemohon terkait berlakunya Pasal 10 UU Kementerian Negara ini?”

Tags: