Kontroversi kembali diulangi Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dengan keluarnya Permendikbudristek No mor 30/2021.
Tim Publikasi Hukumonline
Banyak pihak kata HNW mempersoalkan frasa “bila itu terjadi dengan tidak sepersetujuan” () yang dapat diartikan bahwa bila “sepersetujuan” maka sekalipun perbuatan seksual tersebut menyimpang atau asusila seperti perzinahan, seks bebas, seks di luar nikah, oleh Permendibudristek ini dianggap bukan suatu persoalan yang harus dicegah dan ditangani. Sekalipun perbuatan seksual itu tidak sesuai dengan Pancasila, agama, hukum, norma sosial dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia.
HNW mengingatkan, tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Pasal 31 ayat (3) dan ayat (5) UUD NRI 1945 sangat menghormati agama dan mementingkan nilai-nilai agama. Seperti, iman, taqwa, akhlak mulia, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, “Permendikbud ini secara tidak langsung menjadi payung aturan untuk tidak mempermasalahkan seks bebas, perzinahan, maupun hubungan seksual lain di perguruan tinggi. Sekalipun itu dilarang oleh agama, hukum dan tak sesuai dengan norma sosial di Indonesia, selama hubungan seksual itu terjadi tanpa kekerasan dan atau terjadi dengan persetujuan (suka sama suka),” ujarnya.
Menurut HNW, demi bisa terwujudnya tujuan pendidikan nasional dan ketaatan pada Sila pertama Pancasila, semestinya Kementerian Agama menjadi rujukan dan keteladanan. Termasuk dalam produk legislasi dan aturan yang diedarkan ke sekolah maupun perguruan tinggi keagamaan. Bukan justru mendukung aturan yang bermasalah seperti Permendikbud itu.
Dikatakan HNW, kritik dan penolakan yang disampaikan juga berangkat dari keprihatinan yang sama, yaitu, koreksi terhadap kejahatan seksual termasuk kekerasan seksual. Bahkan kritik dan penolakan itu menyertakan solusi, agar peraturan Menteri itu dapat efektif, tidak kontroversi dan menuai penolakan luas, agar kejahatan seksual baik dengan kekerasan atau tidak, dengan persetujuan atau tidak, di Perguruan Tinggi maupun lainnya, dapat dikoreksi dengan Permendibud baru (hasil revisi), yang bisa dilaksanakan dengan tanpa kontroversi, karena kesesuaiannya dengan Pancasila, UUD, Agama dan hukum serta norma sosial yang berlaku umum di Indonesia.
“Agar Permendikbud itu bisa bersatu bersama keprihatinan publik, dan tujuan pendidikan nasional dapat diwujudkan, dengan bisa dicegah dan diatasinya kejahatan dan kekerasan seksual di perguruan tinggi maupun jenjang pendidikan lainnya, untuk bisa mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sangat menghormati agama dan nilai-nilai keagamaan, sebagaimana diatur oleh pasal 31 ayat 3 dan 5 UUDNRI 1945,” kata HNW.
sexual consent