Korupsi Al Quran, Eks Pejabat Kemenag Dituntut 13 Tahun Penjara
Berita

Korupsi Al Quran, Eks Pejabat Kemenag Dituntut 13 Tahun Penjara

Merasa tuntutan sama persis dengan dakwaan, terdakwa ajukan pledoi.

NOV
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP
Mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ditjen Bimas Islam, Kemenag Ahmad Jauhari dituntut pidana penjara selama 13 tahun. Penuntut Umum KPK Titik Utami juga meminta majelis hakim menghukum pensiunan pegawai negeri sipil ini dengan pidana denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan.

Titik menyatakan, berdasarkan fakta dan alat bukti di persidangan, perbuatan Jauhari telah memenuhi semua unsur dalam dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1). Jauhari terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek penggandaan Al Quran TA 2011-2012

Selain itu, Titik meminta majelis menghukum Jauhari dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp100 juta dan AS$15 ribu. Namun, uang pengganti tersebut tidak perlu lagi dimintakan kepada Jauhari. “Terdakwa telah mengembalikan Rp100 juta dan AS$15 ribu ke KPK,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3).

Sebelum menuntut Jauhari, Titik terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan. Sejumlah hal memberatkan, diantaranya perbuatan Jauhari telah menciderai perasaan umat islam, menciderai lembaga Kementerian Agama, tidak menyesali perbuatannya, serta barang yang dikorupsi adalah kitab suci Al Quran.

Titik menguraikan, Jauhari bersama-sama Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabar, Fadh El Fouz, Ali Djufrie, dan Abdul Kadir Alaydrus melakukan turut serta beberapa perbuatan korupsi dalam proyek penggandaan Al Quran TA 2011-2012 di Ditjen Bimas Islam, Kemenag. Akibatnya, negara dirugikan Rp27,056 miliar.

Perbuatan korupsi itu, menurut Penuntut Umum Rusdi Amin, telah memperkaya Jauhari Rp100 juta dan AS$15 ribu, pejabat Kemenag, Mashuri Rp50 juta dan AS$5000, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) milik keluarga Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia Rp6,75 miliar, serta PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) Rp5,823 miliar.

Peristiwa pidana ini bermula ketika Ditjen Bimas Islam mendapatkan Pagu perubahan belanja dalam APBN-P TA 2011. Anggaran penggandaan Al Quran di Ditjen Bimas Islam dialokasikan sebesar Rp22,875 miliar. Zulkarnaen selaku Anggota Komisi VIII dari Partai Golkar dan Banggar DPR telah memperjuangkan penambahan anggaran Kemenag.

Zulkarnaen memanggil Fadh, Dendy, dan beberapa rekan Fadh ke ruang kerjanya untuk menginformasikan ada sejumlah dana on top yang akan dikucurkan ke Kemenag. Salah satunya, untuk proyek penggandaan Al Quran yang dilaksanakan Ditjen Bimas Islam. Zulkarnaen meminta Fadh dan Dendy melakukan pengecekan.

Fadh juga diminta Zulkarnaen untuk menjadi calo dalam pengurusan proyek yang akan dikerjakan Ditjen Bimas Kemenag. Menindaklanjuti arahan Zulkarnaen, Fadh bersama-sama Dendy dan rekannya bertemu Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar, Sesdirjen Bimas Islam Abdul Karim, serta Jauhari di ruang kerja Nasaruddin.

Rusdi menjelaskan, dalam kesempatan itu, Fadh, Dendy, dan sejumlah rekannya memperkenalkan diri sebagai utusan DPR. Fadh memperkenalkan Dendy sebagai anak dari Zulkarnaen Djabar. Fadh lalu menginformasikan akan ada dana on top dari DPR untuk proyek penggandaan Al Quran senilai Rp22 miliar.

“Fadh memberitahukan dana itu milik DPR, sehingga pekerjaan penggandaan Al Quran nantinya agar diserahkan kepada Fadh dan kawan-kawan selaku utusan DPR Zulkarnaen Djabar. Saat itu, Nasaruddin Umar, Abdul Kadir, dan terdakwa (Jauhari) mengatakan siap membantu pelaksanaan proyek,” ujar Rusdi.

Pertemuan berlanjut pada 14 Agustus 2011. Fadh, Dendy, dan sejumlah rekannya menemui Abdul Karim. Fadh menghubungi Zulkarnaen dan memberikan telepon selulernya kepada Abdul Karim untuk berbicara dengan Zulkarnaen. Setelah itu, Fadh diminta berkomunikasi dengan Ketua ULP Ditjen Bimas Islam Mashuri mengenai proses lelang.

Tak berapa lama, Nasaruddin, Abdul Karim, dan Jauhari kembali melakukan pertemuan dengan Fadh dan Dendy di Hotel Bidakara Jakarta. Penuntut Umum Antonius Budi Satria menyatakan, pertemuan itu dilakukan untuk memastikan agar pekerjaan penggadaan Al Quran dikerjakan oleh rekanan yang dibawa Fadh, PT A3I.

Jauhari kemudian memperkenalkan pimpinan PT A3I, Ali Djufrie kepada Nasaruddin. PT A3I sebelumnya juga pernah memenangkan lelang di Kemenag. Menanggapi perkenalan itu, Nasaruddin memberikan respon positif. Nasaruddin berpendapat, proyek penggandaan Al Quran memang lebih bagus dikerjakan oleh muslim, bukan non muslim.

Seiring proses lelang, Jauhari memerintahkan Ketua Tim ULP Mashuri untuk menghubungi Ali Djufrie untuk meminta dokumen penyusunan HPS dan spesifikasi teknis. Namun, menurut Antonius, perbuatan tersebut bertentangan dengan Pasal 66 Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Alhasil, dari HPS dan spesifikasi teknis yang telah disusun berdasarkan dokumen dari PT A3I, Ditjen Bimas Islam mengumumkan PT Macanan Jaya Cemerlang dan PT A3I sebagai peserta lelang dengan penawaran terendah. PT Macanan ada di posisi nomor satu, sedangkan PT A3I berada di posisi kedua.

Tidak puas dengan hasil lelang, pada 28 September 2011, Dendy menghubungi Zulkarnaen. Dendy meminta Zulkarnaen memberitahu Nasaruddin bahwa PT Macanan adalah perusahaan milik non muslim. Zulkarnaen berhasil melobi Nasaruddin, sehingga PT A3I ditetapkan sebagai pemenang lelang penggandaan Al Quran TA 2011.

Perbuatan serupa juga dilakukan Jauhari bersama-sama Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabar, Fadh El Fouz, Ali Djufrie, dan Abdul Kadir Alaydrus dalam lelang penggandaan Al Quran TA 2012. Ditjen Bimas Islam menetapkan PT Sinergi Pustaka Indonesia pimpinan Abdul Kadir Alaydrus sebagai pemenang lelang.

Proses dan pelaksanaan lelang dilakukan tidak sesuai dengan Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Akibat serangkaian perbuatan tersebut, sesuai Laporan Perhitungan Kerugian Negara BPK tanggal 7 Oktober 2013, kerugian keuangan negara mencapai Rp27,056 miliar,” tutur Antonius.

Jauhari akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) untuk menanggapi surat tuntutan. Ia tidak terima dengan tuntutan 13 tahun penjara. “Ini kok sama dengan dakwaan. Selama sini sidang berbulan-bulan, apa artinya? Kami tentu akan mengajukan pledoi dari saya pribadi dan penasihat hukum,” tuturnya di persidangan.
Tags:

Berita Terkait