KPK Diminta Penuhi Undangan Pansus Angket
Berita

KPK Diminta Penuhi Undangan Pansus Angket

Upaya panggil paksa sebagai jalan terakhir ketika pihak yang dipanggil tidak memenuhi undangan sebanyak tiga kali. Koalisi menilai Pansus cacat prosedur, KPK pun disarankan tidak memenuhi undangan Pansus.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Meski belum memutuskan bakal menghadiri undangan Panitia Khusus (Pansus) hak angket terhadap KPK, lembaga antirasuah itu diharapkan patuh dengan memenuhi undangan nantinya. Setidaknya Pansus dibentuk dalam rangka melakukan penyelidikan terkait  dengan kewenangan yang dilakukan KPK sesuai tidaknya dengan aturan yang berlaku.

“Nanti semua pihak akan kita undang,” ujar Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa di Komplek Gedung DPR, Kamis (8/6).

Menurutnya, hak angket bertujuan untuk mengetahui kewenangan yang dijalankan KPK sesuai tidaknya dengan peraturan perundangan bila dikaitkan dengan kondisi objektif masyarakat saat ini. Soalnya, meski pemberantasan korupsi berjalan, toh tingkat korupsi terus meningkat. Bahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK kerap terjadi pro dan kontra.

Agun mengatakan tak hanya KPK, Ormas seperti NU, Muhammadiyah, PGI, ahli dan akademisi serta media pun bakal dimintakan pandangannya terkait pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan KPK. Ia pun menampik adanya target-target tertentu melalui Pansus Hak Angket KPK. Dengan begitu, Pansus bekerja tidak dengan terget tertentu. Baca Juga: KPK Minta Masukan Ahli Terkait Pansus Hak Angket

“Pansus ini melakukan penyelidikan. Bagaimana kita akan menentukan target kalau penyelidikan sendiri tidak dijalankan. Kalau penyelidikan hasilnya A, yah rekomendasinya A. Jadi tidak ada target-target dibubarkan. Terlalu jauhlah,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Wakil Ketua Pansus Hak Angket Risa Mariska menambahkan hak angket yang digunakan anggota dewan melalui Pansus diatur dalam Tata tertib DPR secara konstitusional. Karena itu, tak ada salahnya bila KPK menghadiri undangan Pansus. Bahkan KPK pun diwajibkan memenuhi undangan Pansus angket. Bila KPK berkelit dan berdalih alasan yang tidak sesuai dengan mekanisme, tidak kemudian bisa membatalkan Pansus angket.

Pansus Hak Angket ini sudah sesuai mekanisme prosedur yang berlaku dengan pengusul minimal 25 anggota dewan plus dua fraksi. Dengan begitu, mestinya tak ada alasan KPK untuk tidak menghadiri undangan Pansus. Bila KPK kekeuh enggan menghadiri undangan Pansus, maka dapat digunakan ketentuan dalam Tatib yakni meminta bantuan ke pihak kepolisian melakukan pemanggilan paksa.

“Sesuai tatib kan kita bisa minta kepada kepolisian membantu untuk memanggil paksa. Itu ada diatur. Makanya kita minta KPK dalam hal ini tolonglah kooperatif,” ujarnya.

Hanya saja pemanggilan paksa tidak sembarang dilakukan. Sebab ada persyaratan agar mekanisme tersebut dapat ditempuh. Setidaknya, pemanggilan paksa sebagai jalan terakhir untuk menghadirkan orang atau pihak agar dapat hadir di Pansus. Misalnya, tidak memenuhi panggilan sebanyak tiga kali tanpa alasan yang jelas.

“Jadi memang ada mekanismenya juga soal pemanggilan paksa itu. Kita gak sembaranganlah. Apalagi hak angket ini kan hak yang sangat luar biasa dan sakral menurut kita ya. Jadi saya minta koperatiflah KPK,” pintanya

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berharap tak adanya persepsi seolah DPR versus KPK. Persepsi seperti itu, kata Risa, mesti dihilangkan. Karena itu, KPK diharapkan bersikap bijak ketika diundang Pansus untuk dimintakan penjelasan seputar kewenangan yang dijalankan.“Toh nggak ada salahnya hadir. Kita minta keterangannya, minta penjelasannya. Sederhana saja. Ini semua mekanisme kita tempuh sesuai dengan ketentuan UU,” pungkasnya.

Terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur dalam keterangan tertulisnya menilai hak angket cacat prosedural dan substansial. Dengan begitu, tak ada rasio legis atau alasan dan tujuan dapat diterima secara hukum melanjutkan hak angket ini. Karena itu, sejatinya KPK memiliki pilihan bersikap menolak hak angket ini dengan tidak mengirimkan wakilnya. Baca juga: Disebut Kasus e-KTP, Agun Gunanjar Pimpin Pansus Hak Angket KPK

Koalisi berpendapat, terpilihnya Agun Gunandjar sebagai ketua Pansus menguatkan dugaan adanya kepentingan politik dalam menyelamatkan anggota dewan yang terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Apalagi nama Agun masuk dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi tersebut.

“Pansus hak angket adalah Pansus yang tidak sah. Untuk itu KPK dan pihak-pihak lainnya tidak punya kewajiban untuk meladeni Pansus. Termasuk pemanggilan yang dilakukan kemudian hari,” pungkas koalisi.

Perlu diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur terdiri dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Pokja 30, Jatam Kaltim, Naladwipa Institut, Walhi Kaltim, Naluri Perempuan Setara (NAPAS) Kaltim, Gusdurian Kaltim, Forum Pelangi Kaltim, Lakpesdam NU Kaltim, dan Koalisi Dosen Unmul.

Tak ada ancaman
Sementara anggota Pansus Hak Angket, Bambang Soesatyo mengatakan masuknya surat pernyataan Miryam S Haryani yang isinya tak ada ancaman terhadap dirinya agar mencabut BAP di sidang pada 23 dan 30 Maret lalu membuka tabir baru. Sebab, seorang penyidik KPK di bawah sumpah menyatakan Miryam berada di bawah ancaman beberapa anggota dewan.

“Masuknya surat tulisan tangan pernyataan Miryam bermaterai ke Pansus berjudul "Hak Angket Pelaksanaan Tugas KPK" kemarin sedikit banyak mulai membuka tabir bahwa sesungguhnya tidak ada anggota komisi III DPR yang menekan dan mengancam dirinya agar mencabut BAP,” ujarnya, Jumat (9/6).

Bambang menyesalkan pernyataan prematur yang menyebut adanya sejumlah anggota Komisi III menekan dan mengancam Miryam tanpa melakukan cross check ke pihak-pihak yang bersangkutan. Nah, dengan pernyataan Miryam yang membantah tudingan penyidik KPK ke pihak Pansus, maka penyidik KPK mesti membuktikan pernyataanya di pengadilan.

Menurutnya pembuktian tidaklah sulit. Sebab pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap saksi maupun tersangka sesuai standar prosedur operasional selalu direkam, suara dan gambar. Dengan begitu semua tertuang dalam berita acara pemeriksaan. “Tentu saja diparaf halaman demi halaman dan halaman terakhirnya ditandatangani oleh terperiksa,” katanya.Baca juga: Asosiasi Pengajar Tata Negara Kritik Hak Angket KPK

Ketua Komisi III DPR itu berpendapat bila penyidik bisa menunjukan bukti dengan memperdengarkan sebagian rekaman pernyataan Miryam, maka sejumlah nama anggota Komisi III yang disebut bakal melaporkan Miryam ke polisi. Sebab, boleh jadi Miryam melakukan fitnah tanpa bukti. Sebaliknya, bila penyidik KPK tersebut tak dapat membuktikan dengan memutar terbatas rekaman pemeriksaan terkait penyebutan sejumlah nama oleh Miryam, DPR menyesalkan. Sebab pernyataan penyidik KPK tersebut dilakukan di bawah sumpah di pengadilan.

“Untuk itu, kami berharap Pansus Hak Angket Pelaksanaan Tugas KPK yang baru saja terbentuk mampu membuat persoalan ini terang menderang. Siapa mengaku apa dan siapa mengarang apa,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait