KPK Soroti 6 Permasalahan Tata Kelola Penyelenggaraan Jalan Tol
Terbaru

KPK Soroti 6 Permasalahan Tata Kelola Penyelenggaraan Jalan Tol

Seperti tidak akuntabelnya perencanaan pembangunan, hingga tak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Ketiga, dalam kajian KPK adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor. Dari hasil kajian, ditemukan fakta BUMN Karya menjadi investor untuk ruas jalan tol non-penugasan pada 28 dari 42 ruas atau setara dengan 61,9 persen. Keterlibatan dalam pengusahaan jalan tol menjadi strategi perusahaan karya untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi (feeding construction).

Akibatnya, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berada di dua kepentingan berkaitan dengan memastikan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan secara bersamaan mengoptimalkan peluang untuk memaksimalkan marjin melalui kegiatan jasa konstruksi. Pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi menjadi tidak akuntabel dengan menunjuk dirinya sendiri atau terafiliasi sehingga harganya meningkat.

Keempat, lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol. Penyebabnya, belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban Basan Usaha Jalan Tol (BUJT) dalam mengimplementasikan Perjanjian Pengusaha Jalan Tol (PPJT). Benturan kepentingan akibat rangkat jabatan, dan belum adanya integrasi data informasi pelaksanaan klausul PPJT turut berkontribusi menjadi penyebab lainnya.

Akibatnya, addendum selalu menjadi pilihan untuk menyelesaikan permasalahan yang cenderung berulang/serupa. Selain itu, pelaksanaan tugas pengawasan rentan tercederai, dan implementasi pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.

Kelima, belum adanya pengaturan detil atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol. Mekanisme penyerahan pengelolaan jalan tol kepada BUMN ataupun pengalihan status menjadi jalan bebas hambatan non tol sebagaimana amanah UU No. 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan belum diatur lebih lanjut. Akibatnya, belum jelasnya mekanisme proses lanjutan pasca pelimpahan hak konsesi BUJT ke pemerintah.

Keenam, dalam kajian KPK tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah. Kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT. Setidaknya terdapat 12 BUJT yang belum mampu mengembalikan dana Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp4,2 triliun dan delapan di antaranya belum dapat menyelesaikan pembayaran pada 2024.

Selain itu, belum ada informasi terkait pembayaran terhadap nilai tambah bunga dana bergulir sebesar Rp394 miliar yang merupakan pendapatan negara. Akibatnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp4,5 triliun.

Tags:

Berita Terkait