Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melayangkan surat terbuka kepada pemerintah dan DPR. Aliansi itu terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, LBH Semarang, Imparsial, Greenpeace Indonesia, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai kampus.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan penundaan rancangan KUHP (RKUHP) pada September 2019. Draft RKUHP ditarik dari pembahasan di DPR dan dilakukan pendalaman materi oleh pemerintah.
Namun, sejak September 2019 sampai pertengahan Mei 2022 tidak ada naskah terbaru RKUHP yang dibuka ke publik. Sampai 25 Mei 2022 pemerintah dan DPR kembali membahas draft RKUHP dengan menginformasikan matriks berisi 14 isu krusial RUU KUHP tanpa membuka draft terbaru RKUHP secara keseluruhan.
“Oleh karena itu Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyerukan kepada pemerintah untuk membuka draft terbaru RKUHP kepada publik,” kata Isnur ketika dikonfirmasi Rabu (10/6/2022).
Baca Juga:
- Alasan Pemerintah Pertahankan Pasal Penghinaan Kepala Negara dalam RKUHP
- Menyoal Hukuman Mati Sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP
- Pengaturan Pidana Mati dalam RKUHP sebagai Jalan Tengah
Dalam surat terbuka itu, Aliansi mencatat berdasarkan draft RKUHP per September 2019 aliansi menilai masih banyak catatan kritis yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Untuk itu, Aliansi menyerukan kepada pemerintah dan DPR agar tidak langsung mengesahkan RKUHP karena publik berhak memastikan perubahan substansi tersebut.
“Sebagaimana seruan Aliansi Nasional Reformasi KUHP sebelumnya, kami menekankan bahwa proses penyusunan RKUHP harus dilakukan secara transparan dan inklusif sebelum pengesahan Rancangan KUHP menjadi undang-undang,” begitu sebagian kutipan surat terbuka.