LeIP Ungkap 3 Akar Masalah Judicial Corruption
Terbaru

LeIP Ungkap 3 Akar Masalah Judicial Corruption

Meliputi pergeseran fungsi kasasi di MA; proses birokrasi penanganan perkara yang panjang; dan organisasi peradilan satu atap yang sentralistis dan akuntabilitas lemah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Ketiga, organisasi peradilan satu atap yang sentralistis dan akuntabilitas yang lemah. Liza mencatat persoalan itu terjadi sejak 1999 sampai sekarang ketika MA tidak hanya memegang fungsi yudisial, tapi juga keuangan dan kepegawaian. Hal itu yang menjadi dorongan kuat untuk membentuk Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga check and balances, melakukan pengawasan terhadap hakim.

Guna mengatasi berbagai persoalan itu, Liza mengusulkan sedikitnya 5 hal. Pertama, mengembalikan fungsi kasasi yang fokus pada penerapan hukum. Putusan kasasi tidak lagi menjadi penentu akhir menang atau kalah para pihak berperkara, tapi menilai benar atau tidak penerapan hukum oleh pengadilan di bawahnya (judex factie).

Kedua, membangun sistem akuntabilitas organisasi satu atap melalui restrukturisasi organisasi MA dan badan peradilan di bawahnya. Penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas secara konsisten.

Ketiga, membangun sistem pengelolaan kepegawaian jabatan hakim yang mengakomodasi prinsip independensi hakim. Misalnya menerapkan sistem mutasi terbatas. Evaluasi kinerja yang lebih sesuai dengan karakter jabatan hakim.

Keempat, melakukan proses perubahan manajemen perkara. Perlunya otomatisasi administrasi penanganan perkara. Termasuk manajemen informasi putusan pada masing-masing kamar.

Kelima, membuka diri untuk kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki kewenangan terkait untuk mencegah dan memberantas korupsi. Misalnya kerjasama dengan KPK terkait LHKPN dan PPATK untuk transaksi keuangan, serta Ombudsman untuk pelayanan publik di pengadilan.

Kemudian melakukan koordinasi pengawasan yang lebih baik antara MA dan KY dimana sampai saat ini belum pernah dilakukan pemeriksaan bersama. Perlu juga untuk menggulirkan mystery shopping yang berfungsi sebagai penilaian rahasia untuk layanan pengadilan.

“Pihak yang menjadi mystery shopping seolah sebagai pengguna layanan atau pihak berperkara di pengadilan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait