LIPI: Aroma Separatisme Masih Kental di Papua
Berita

LIPI: Aroma Separatisme Masih Kental di Papua

DPR meminta LIPI untuk mempersiapkan langkah-langkah pra dialog antara pemerintah pusat dengan Papua.

Fat
Bacaan 2 Menit
LIPI: Aroma Separatisme Masih Kental di Papua
Hukumonline

Konflik yang terjadi di Papua sudah berjalan cukup lama. Banyak kalangan yang mengecam atas terjadinya perselsihan ini. Adanya gerakan separatis dari Organisasi Papua Medeka (OPM) ini makin mempertajam konflik antara masyarakat Papua dengan pemerintah Indonesia. Hal ini yang melatarbelakangi sebuah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk meneliti penyebab konflik tersebut terjadi.

 

Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara LIPI dengan Komisi I, Senin (18/01), LIPI menilai paradigma separatisme antara pemerintah pusat dengan Papua masih tinggi. Sehingga, antara pemerintah pusat dan Papua sendiri timbul rasa kecurigaan terkait persoalan di Papua. Hal tersebut diutarakan oleh Ketua Tim Peneliti Masalah Papua dari LIPI Muridan S. Widjojo.

 

Menurutnya, tidak berjalannya UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua karena konflik yang belum tuntas. Sehingga, muncul paradigma separatisme antara pemerintah pusat dan provinsi Papua. “Tidak hanya di kalangan pemerintah tetapi juga di kalangan teman-teman Papua, juga kalangan pejabat-pejabat semua berpikir separatis,” tegasnya.

 

Ia mencontohkan, ada satu orang aktivis meninggal di satu daerah, masyarakat setempat berfikir bahwa intelijen atau Komandan Pasukan Khusus (Kopassus) yang membunuhnya. Sebaliknya, jika ada aparat kepolisian ditusuk di sebuah pasar atau tempat terpencil, pihak militer Indonesia berpendapat itu perbuatan OPM. “Jadi, setiap ada soal di Papua selalu dikaitkan dengan separatisme,” katanya.

 

Selain itu, banyak pejabat Papua yang merasa dirinya dicurigai oleh pemerintah Indonesia. Misalnya, lanjut Muridan, dirinya pernah bertemu dengan salah satu pejabat Papua yang sedang sakit. Saat ingin berobat, pejabat tersebut mengunjungi Rumah Sakit Elizabeth Singapura, bukan Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM). “Saya tanya, kenapa berobat ke Singapura? Ah nanti di Jakarta disuntik mati,” katanya sambil menirukan jawaban pejabat Papua tersebut.

 

Bukan hanya itu, menyangkut dana otonomi khusus, pemerintah pusat selalu mencurigai bahwa uangnya akan diberi ke kelompok OPM. Kecurigaan-kecurigaan seperti ini, lanjut Muridan yang membuat pembangunan di Papua makin terpuruk. Untuk itu, pihak LIPI meminta pemerintah dan parlemen agar mendorong terjadinya dialog antara Jakarta dan Papua. Dalam dialog tersebut, pihak pemerintah dan Papua sama-sama merumuskan jalan keluar dari konflik yang sudah menahun ini.

 

Anggota Komisi I Max Sopacua mengatakan, penelitian yang dilakukan LIPI di Papua sesuai dengan keadaan yang terjadi di sana. Misalnya, ada seorang anak Papua yang memegang bendera bintang kejora, pemerintah Indonesia merasa kalang kabut. Tapi, jika ada 100 orang Papua yang jatuh sakit kena Malaria, tidak ditanggapi. “Di mana posisi Indonesia di tengah-tengah masyarakat Papua. Tapi, hal-hal yang menyangkut kesejahteraan rakyat tidak lebih dipikirkan dibandingkan satu bendera bintang kejora dikibarkan,” kata politisi dari Partai Demokrat ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: