Luthfi Hasan Curigai Motif KPK
Berita

Luthfi Hasan Curigai Motif KPK

Ada nama politisi lain yang disebutkan dalam BAP, tapi tidak dicantumkan dalam dakwaan.

NOV
Bacaan 2 Menit
LHI (berkemeja merah) didampingi politisi PKS Fahri Hamzah (berkemeja biru) usai sidang pembacaan eksepsi. Foto: SGP
LHI (berkemeja merah) didampingi politisi PKS Fahri Hamzah (berkemeja biru) usai sidang pembacaan eksepsi. Foto: SGP

Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq dan tim pengacara menyampaikan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/7). Pengacara Luthfi, Mohammad Assegaf mengatakan, proses penegakan hukum yang dilakukan KPK telah mengabaikan azas praduga tidak bersalah.

Setelah penangkapan Ahmad Fathanah bersama Maharani Suciyono di Hotel Le Meridien, Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan uang Rp980 juta yang ditemukan di mobil Fathanah diduga akan diberikan kepada Luhtfi. Uang itu terkait dengan pengurusan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama di Kementerian Pertanian.

Sehari kemudian, 30 Januari 2013, KPK menangkap Luthfi saat sedang memimpin rapat pleno di DPP PKS. Pernyataan mengenai adanya perempuan yang ditangkap bersama Fathanah, menimbulkan sensasi media. Beberapa waktu kemudian muncul perempuan lain, seperti Ayu Azhari, Vitalia Sesya, dan Sefti Sanustika.

Assegaf menganggap KPK berniat menghancurkan reputasi PKS dengan menonjolkan tontonan murahan. Membuat sensasi melalui media, sehingga mengubah substansi perkara korupsi yang ditangani KPK. Malahan, KPK mengklaim penangkapan Luthfi sebagai bagian dari operasi tangkap tangan (OTT).

Padahal, sesuai KUHAP, istilah tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang waktu melakukan tindak pidana. Assegaf menilai penahanan Luthfi terburu-buru karena KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup sebagaimana diatur KUHAP. “KPK mengklaim memiliki bukti sadapan dan saksi yang harus dicek kebenarannya,” katanya.

Kalaupun hasil sadapan dianggap sebagai bukti, menurut Assegaf, hanya dapat dijadikan bukti petunjuk. Oleh karenanya, KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup ketika menahan Luthfi. Terlebih lagi, dalam penetapan Luthfi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), tidak jelas predicat crime-nya.

Assegaf mengungkapkan, tindakan sewenang-wenang juga terlihat ketika KPK hendak menyita mobil di DPP PKS. KPK tidak menunjukan surat tugas dan perintah penyitaan. Perbuatan KPK menunjukkan arogansi kekuasaan yang sepatutnya tidak dilakukan. Penegakan hukum tidak boleh dilakukan secara melanggar hukum.

Tags:

Berita Terkait