MA Berencana Susun Perma tentang Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Berita

MA Berencana Susun Perma tentang Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Rencana tersebut masih bersifat inisiatif.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Edy menjelaskan, jika merujuk ketentuan Uncitral Arbitration Rules (Revisi 2010), Uncitral Model Law on International Arbitration 1985 dan International Court of Arbitration/ICC Rules of Arbitration, dan Pasal 32 UU Nomor 30 Tahun 1999 secara implisit memberikan amanat kepada pengadilan untuk melaksanakan sita jaminan yang telah dijatuhkan arbitrase atas permohonan para pihak. Selain itu, berdasarkan Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pelaksanaan sita jaminan dapat dimohonkan dilakukan oleh pengadilan negeri. 

 

(Baca Juga: Isu Klausula Arbitrase dalam Gugatan Terhadap Firma Hukum)

 

Untuk mendalami recana MA menyusun Perma tentang Pelaksanaan Putusan Arbitrase, Hukumonline melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Edy yang merupakan lulusan sarjana hukum Universitas Pelita Harapan dan Magister Hukum dari Universitas Indonesia yang ditemui usai diskusi yang digelar di Financial Club CIMB Niaga Jakarta, Rabu (13/12). Berikut petikan wawancaranya:

 

Bisa diceritakan progress penyusunan Perma?

Kalau itu masih dalam tahap pengumpulan data atau bahan karena kalau untuk wujud atau bentuk drafnya belum ada. tetapi, masih dalam tahap pengumpulan data atau bahan untuk menuju penyusunan itu. Jadi, kalau ditanya drafnya belum ada.

 

Sejauh ini apa substansi yang akan diatur?

Yang akan dicakup mengenai kepastian alasan pembatalan arbitrase apakah semata-mata secara limitatif di Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999. Kedua, bagaimana pelaksanaan sita jaminan yang dijadikan oleh arbitrase, UU Nomor 30 Tahun 1999 hanya mengatur pelaksanaan putusan akhir dari arbitrase.

 

UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak mengatur kalau majelis arbitrase mengeluarkan penetapan sita jaminan, siapa yang melaksanakan? Di UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak mengatur dan juga tidak pula memerintahkan supaya pengadilan yang melaksanakan sita jaminan.  Rencana nanti di Perma itu kalau memang jadi, mungkin akan mengatur tentang itu. Berikutnya, terkait pelaksanaan putusan arbitrase.

 

Jadi ada tiga substansi yang diatur. Pertama, mengenai alasan pembatasan itu tegas atau limitatif, tidak boleh keluar dari Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 dengan pelaksanaan sita jaminan dan pelaksanaan eksekusi putusan akhir.

 

Terkait sita jaminan, apakah nanti akan dilakukan panitera dan jurusita?

Kalau misalnya pengadilan nanti dalam draf Perma dikatakan, pengadilan bisa melaksanakan, artinya menjadi seperti pengadilan melalui jurusita dan panitera kedapan. Karena lembaga arbitrase tidak punya sarana untuk itu dan tidak punya wewenang. Lembaga arbitrase kan hanya memutus, tapi pelaksanaan putusannya mereka ngga bisa sendiri, karena mereka lembaga swasta. Yang bisa melakukan itu hanya lembaga negara, yaitu pengadilan.

Tags:

Berita Terkait