MA Lontarkan Isu Amandemen UUD 1945
Berita

MA Lontarkan Isu Amandemen UUD 1945

MPR menganggap amandemen UUD 1945 menunggu saat yang tepat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Hatta Ali saat menerima Pimpinan MPR di Gedung MA, Kamis (9/7). Foto: RES
Ketua MA Hatta Ali saat menerima Pimpinan MPR di Gedung MA, Kamis (9/7). Foto: RES
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengunjungi dan beraudiensi dengan sejumlah lembaga negara dalam rangka menyampaikan surat undangan sidang tahunan MPR pada 15 Agustus mendatang. Ada yang berbeda dalam undangan sidang tahunan itu. Nantinya, setiap lembaga negara diberi waktu khusus untuk menyampaikan laporan kinerjanya (progress report) dalam sidang tahunan yang bisa disaksikan seluruh rakyat.

Lembaga negara yang pertama kali dikunjungi dan menerima undangan secara langsung dari MPR adalah Mahkamah Agung (MA). Pimpinan MPR yang hadir diantaranya Zulkifli Hasan ditemani Wakil Ketua MPR, EE Mangindaan dan Hidayat Nur Wahid. Dari MA, semua pimpinan MA yakni Ketua MA M. Hatta Ali, Wakil Ketua MA Mohammad Saleh dan Suwardi serta para ketua kamar.

“Pertemuan dan penyampaian laporan kinerja setiap lembaga negara ini merupakan konvensi atau tradisi baru dalam ketatanegaraan Indonesia. Setelah ini, kita berkunjung ke KY, BPK, MK, DPD, dan DPR,” ujar Ketua MPR Zulkifli di ruang Wirjono Prodjodikoro gedung MA, Kamis (09/7).

Dalam pertemuan ini selain menyampaikan capaian-capaian MA, Ketua MA Hatta Ali menyampaikan pentingnya amandemen UUD 1945. UUD 1945 memiliki banyak kelemahan dari sisi ketatanegaraan. Misalnya, anggota DPR dan DPD juga menjadi anggota MPR.

“Berkali-kali tangan dipijat karena harus tanda tangan satu anggota bisa lima lembar. Apa tidak sepantasnya susunan keanggotaan MPR seperti UUD 1945 yang lama sebagai lembaga tertinggi negara,” ujar Hatta Ali.

Dari sisi redaksional, antarpasal dalam UUD 1945 memuat banyak pengulangan. Hal ini berakibat menghilangkan konteks tujuan sebenarnya dan membatasi ruang gerak lembaga negara. “Apakah ini jadi pemikiran,MPR mau mengamandemen UUD 1945?”

Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi menilai adanya kejanggalan menempatkan Komisi Yudisial (KY) dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman. Menurutnya, menempatkan KY sebagai lembaga baru dalam lingkup kekuasaan kehakiman tidaklah tepat. Sebab, tugas pokok kekuasaan kehakiman di bidang peradilan yang bertugas mengadili dan memutus perkara. KY hanya bertugas mengawasi hakim. “KY tidak bertugas mengadili perkara, tetapi kenapa masuk Pasal 24B UUD 1945? ungkap Suwardi mempertanyakan.

Selain itu, lanjut Suwardi, komisi-komisi lain yang juga bertugas melakukan pengawasan tidak diatur dalam UUD 1945, seperti KPK, Kompolnas, Komisi kejaksaan. “Sebenarnya fungsi dan kewenangannya sama kan, tetapi kenapa hanya KY yang masuk UUD 1945? Ini perlu jadi masukan dalam amandemen UUD 1945. Apakah MPR berpandangan komisi lain bisa masuk UUD 1945? Ini kata pengamat disebut ‘kecelakaan konstitusi’,” tutur Suwardi.

Zulkifli mengatakan semangat untuk melakukan amandemen sudah ada sejak MPR periode sebelumnya. Pihaknya, sudah melakukan berbagai kajian yang akan dipresentasikan di MPR dan hasilnya disampaikan ke masing-masing fraksi. “Kita sudah sounding ke beberapa pimpinan parpol atau fraksi semangatnya sama setuju penyempurnaan dengan beberapa pertimbangan,” kata dia.

Persoalannya, rencana amandemen UUD 1945 terbentur persoalan politik terutama sejak pertarungan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Soalnya, kondisi saat ini masih rentan membawa isu-isu kelompok. “Tetapi, kalau momentumnya sudah bagus, politik tidak gaduh lagi, enggak ada KMP-KIH, maka itu bisa dilakukan. Syukur-syukur bisa di MPR yang sekarang.”

Soal keberadaan KY dalam UUD 1945, pihaknya juga tengah mengkajinya. “Memang itu aneh juga, itu kan komisi bukan lembaga negara?” katanya.

Lalu, Zulkifli melontarkan gurauan soal jumlah lembaga negara yang seharusnya 7 lembaga, bukan 8 seperti yang ada saat ini. “Seharusnya nanti yang pidato  (di acara sidang MPR 15 Agustus) 7 orang. Tetapi karena (KY) sudah ikut terus ya kami maklumi,” jawab Zulkifli disambut tawa hadirin di ruangan itu.

Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono menambahkan dalam beberapa bulan terakhirnya telah melakukan kajian terkait materi amandemen UUD 1945. Pihaknya, menemukan beberapa tema yang relevan untuk menjadi materi bahasan dalam amandemen UUD 1945. Misalnya, penguatan lembaga MPR berikut produknya (TAP MPR), meluruskan kedudukan Pancasila, penguatan sistem presidensial, dan lain-lain “Saya kira tinggal menunggu momen yang tepat,” kata Bambang.
Tags:

Berita Terkait