Mahkamah Pelayaran vs Maritime Court: Apakah Indonesia Membutuhkan Pengadilan Maritim?
Kolom

Mahkamah Pelayaran vs Maritime Court: Apakah Indonesia Membutuhkan Pengadilan Maritim?

​​​​​​​Permasalahan di bidang kelautan bukanlah perkara mudah untuk diselesaikan. Dibutuhkan orang-orang dengan pemahaman, keahlian dan pengalaman khusus untuk menjamin kualitas putusan.

Bacaan 2 Menit

 

Di Indonesia, Mahkamah Pelayaran dibentuk dengan harapan yang sama. Merujuk pada sistem Belanda, para ahli diharapkan dapat memberikan penilaian yang obyektif dalam suatu kasus kecelakaan kapal. Meskipun demikian, ruang lingkup Mahkamah Pelayaran masih sangat sempit, yakni hanya menangani pemeriksaan lanjutan pada kecelakaan kapal serta seakan tidak menganggap isu maritim lain seperti tanggung jawab lingkungan, muatan, ataupun penumpang. Kewenangannya pun baru akan muncul setelah terdapat pendelegasian dari Menteri Perhubungan.

 

Selain itu, Mahkamah Pelayaran memiliki natur yang berbeda dengan “mahkamah-mahkamah” lainnya. Lembaga ini tidak memiliki hubungan yuridis dengan lembaga yudikatif lainnya. Sehingga keputusan yang dihasilkan tidak memiliki kesan sebagai putusan pengadilan dengan sanksi tegas bagi para pelanggar serta dapat menjadi yurisprudensi. Lokasi Mahkamah Pelayaran yang sentralistis - terletak di ibu kota - dengan cakupan seluruh Nusantara juga menimbulkan kendala tersendiri.

 

Untuk kecelakaan kapal di Indonesia, hampir serupa dengan Belanda, pada dasarnya pihak yang bersengketa dapat membawa kasus ini kehadapan pengadilan umum melalui pengadilan negeri. Meskipun demikian, hingga saat ini forum pengadilan Indonesia belum memiliki maritime chamber yang terpisah. Alhasil hakim yang mengadili perkara maritim belum tentu kompeten. Hal inilah yang menjadi kendala penegakan hukum di Indonesia.

 

Berkaca dari cerita di Belanda dan Inggris, Indonesia tidak perlu mendirikan suatu lembaga pengadilan maritim terpisah. Indonesia dapat memberdayakan lembaga yang sudah ada saat ini guna mewujudkan sistem peradilan maritim yang lebih kokoh; antara lain dengan mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini.

 

Pertama, maritime chamber Indonesia harus berada dalam sistem peradilan. Institusi yang mengeluarkan idealnya berbentuk pengadilan sehingga menghasilkan putusan yang berkekuatan hukum. Kedua, lembaga tersebut memiliki yurisdiksi untuk mengadili tidak hanya mengenai kecelakaan kapal saja, tetapi juga peristiwa atau permasalahan lain yang terjadi dalam dunia pelayaran - seperti yang berkaitan dengan lingkungan laut, penumpang atau permasalahan muatan.

 

Lembaga ini juga diharapkan tidak hanya memperoleh yurisdiksinya setelah mendapatkan pendelegasian dari Menteri Perhubungan, tetapi juga terbuka terhadap klaim yang muncul dari pihak lain yang berkepentingan. Ketiga, Indonesia harus serius menyiapkan hakim-hakim maritim yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dibidang pelayaran. Jelas sudah bahwa kompetensi tidak dapat ditawar.

 

Semoga upaya ini dapat membantu penegakan hukum di bidang pelayaran sekaligus meningkatkan tingkat keselamatan dan keamanan.

Tags:

Berita Terkait