MAKI Minta Pemerintah Cabut Izin Ekspor Pengusaha CPO Nakal
Terbaru

MAKI Minta Pemerintah Cabut Izin Ekspor Pengusaha CPO Nakal

Para pengusaha semestinya taat dan patuh aturan dalam menjalankan bisnisnya, bukan malah main ancam program pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Foto: RES
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Foto: RES

Penyidikan terhadap kasus dugaan pemberian fasilitas perizinan ekspor crude palm oil (CPO) masih terus berlangsung di Kejaksaan Agung. Namun proses hukum perlu dibarengi kebijakan mencabut izin-izin ekspor pengusaha CPO yang dianggap melanggar. Sebab, penyidik menemukan 88 perusahaan yang mengekspor CPO yang masih ditelisik telah memenuhi persyaratan domestic market obligation (DMO) atau sebaliknya. Sebab, DMO menjadi syarat absolut agar tidak terjadi kekosongan bahan baku minyak goreng di dalam negeri.

“Pemerintah harus cabut izin ekspor pengusaha CPO nakal,” ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melalui keterangan tertulisnya kepada Hukumonline, Jumat (22/4/2022).

Dia beralasan pemerintah selama ini telah memberi fasilitas ekspor kepada sejumlah pengusaha CPO. Alhasil, mereka meraup keuntungan ratusan triliun sejak puluhan tahun lalu. Tapi, laba yang diraup malah menyengsarakan rakyat akibat ulah sejumlah pengusaha nakal. Belakangan, kata Boyamin, para pengusaha CPO mengancam bakal memboikot program pemerintah. Karena itulah pemerintah mesti tegas dengan mencabut semua fasilitas dan izin ekpor pengusaha yang nakal.

Baca:

Tak hanya itu, Boyamin mendesak pemerintah agar mencabut hak guna usaha lahan (HGU) perkebunan dan izin usaha perkebunan dari pengusaha sawit yang mengancam boikot program minyak goreng subsidi. Baginya, kebun sawit seluas 9 juta hektar milik swasta sejatinya milik  negara. Sebab asalnya dari alih fungsi hutan atau pembebasan lahan seizin pemerintah.

Oleh karena itu, para pengusaha semestinya taat dan patuh aturan dalam menjalankan bisnisnya, bukan malah main ancam program pemerintah. Menurutnya, dalam program subsidi minyak goreng, pemerintah telah berbaik hati mengganti biaya. Alhasil, pengusaha tetap mendapat keuntungan, bukan malah merugi.

“Janganlah air susu dibalas air tuba,” kata dia mengingatkan.

Lebih lanjut, pemerintah mesti mengambil alih kebun sawit dari pengusaha nakal agar dialihkan ke koperasi atau PT Perkebunan Nusantara milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, pemerintah dalam memberi izin alih fungsi hutan menjadi kebun sawit telah mendapat kecaman dari dunia internasional dengan tudingan perusakan lingkungan dan deforestasi. Tapi, pemerintah pun berupaya memperbaiki citra dengan program hijau alias go green.

Sayangnya, niat bak pemerintah memperbaiki citra malah dibalas ancaman boikot mundur dari program minyak goreng subsidi. Boyamin mendorong pemerintah tegas dengan mencabut HGU dan IP pengusaha nakal agar menyerahkannya kepada koperasi dan BUMN agar tercipta kedaulatan pangan.

Boyamin pun menyoroti soal keharusan Kejaksaan Agung terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan pemberian fasilitas perizinan ekspor crude palm oil (CPO) dengan empat tersangka. Menurutnya, dengan pengembangan penyidikan boleh jadi bakal bertambah jumlah tersangka dari perorangan maupun korporasi dengan menambah jeratan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Hal ini untuk menjawab tantangan dari ancaman boikot pengusaha sawit bahwa penegakan hukum adalah untuk keadilan seluruh rakyat dan penegakan hukum tidak bisa ditawar apalagi diancam,” ujarnya.

Membantah

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga membantah tudingan adanya ancaman boikot minyak goreng curah pasca penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya, pihaknya tak pernah mengancam atau rencana memboikot kegiatan penyaluran minyak goreng curah bersubsidi dan menjamin kelancaran distribusi.

“Kami sama sekali tidak ada niat ataupun rencana untuk memboikot program minyak goreng curah bersubsidi pemerintah. Sangat disayangkan sejumlah media memberikan informasi kurang akurat terkait sikap GIMNI,” ujarnya dikutip dari Antara.

Dia mengungkapkan adanya keresahan dari perusahaan minyak goreng anggota organisasi yang dipimpinnya pasca penetapan 4 orang tersangka oleh Kejaksaan. Menurutnya, industri minyak goreng anggota GIMNI menyampaikan ketakutannya untuk mengikuti Program Minyak goreng Curah bersubsidi, malahan ingin mundur.

“Produsen takut untuk mengikuti program minyak goreng curah bersubsidi setelah adanya persoalan hukum ini,” ujarnya.

Tapi Sahat menyarankan agar 36 anggota GIMNI tetap jalan dan tak mundur. Sebab, data mereka sudah tercatat pada Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) dan Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) Kementerian Perindustrian. Sahat meminta anggotanya tak perlu takut sepanjang berjalan sesuai koridor regulasi dan aturan pemerintah.

Terkait dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung, pihaknya menyerahkan sepenuhnya persoalan hukum yang menimpa anggotanya kepada pihak Kejaksaan Agung sesuai aturan yang berlaku. Yang pasti, GIMNI bakal kooperatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan.  “GIMNI akan kooperatif dan memberikan perhatian penuh atas kasus ini,” katanya.

Tags:

Berita Terkait