Malpraktik Profesi Tidak Identik Dengan Pidana
Berita

Malpraktik Profesi Tidak Identik Dengan Pidana

Rumusan norma hukum pidana dan ancaman sanksi pidana dalam undang-undang yang mengatur profesi tidak tepat.

ash
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra. Foto: SGP
Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra. Foto: SGP

Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra menilai istilah manipulasi dalam Pasal 55 dalam UU No 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik mengandung makna yang tidak jelas sehingga menimbulkan multitafsir.

“Frasa ‘melakukan manipulasi, dan atau memalsukan data…dan frasa dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan atau menghilangkan data dalam Pasal 55 UU Akuntan Publiksecara hukum frasa yang tidak jelas apa maknanya,” kata Yusril saat memberi keterangan ahli, Selasa (2/1).

Ia menjelaskan istilah manipulasi dalam akuntansi bukanlah sesuatu yang bersifat negatif. Istilah manipulasi hanya terkait dengan profesi akuntan dalam melakukan analisa dan penilaian data yang hasilnya berbeda dengan data manajemen dalam data keuangan yang dibuatnya.

“Oleh karena istilah manipulasi dalam konteks akuntasi terkait analisa dan penilaian data, maka tindakan itu bukanlah tindak pidana yang harus diancam sanksi pidana,” beber mantan Menteri Kehakiman tersebut.

Karena itu, menurutnya, istilah manipulasi belum dikenal dalam hukum pidana, kecuali istilah memalsukan. Terlebih, Pasal 55 UU Akuntan Publik tidak memberikan arti istilah manipulasi yang seharusnya diberikan penjelasan untuk mencegah multitafsir yang berakibat hilangnya kepastian hukum.

“Sifat multitafsir dalam suatu norma undang-undang dengan sendirinya akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang membuat norma Pasal 55 U Akuntan khususnya istilah manipulasi menjadi bertentangan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” katanya.

Selain itu, penggunaan istilah manipulasi dalam Pasal 55 UU Akuntan Publik akan menimbulkan perasaan khawatir/takut bagi para akuntan publik untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan profesinya. Padahal, setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan sebagaimana dijamin Pasal 28G UUD 1945.

Ahli pemohon lainnya, Mudzakkir berpendapat seseorang yang menjalankan profesi dengan hukum profesi tidak dapat dipidana. Menurutnya, rumusan norma hukum pidana dan ancaman sanksi pidana dalam undang-undang yang mengatur profesi tidak tepat dan tidak sesuai prinsip perumusan norma hukum pidana dan pengenaan ancaman sanksi pidana.

Meski demikian tindak pidana terkait profesi dapat terjadi ketika seseorang melakukan tindak pidana umum yang sifat melawan hukumnya bersumber dari hukum administrasi profesi dan/atau hukum profesi atau yang dikenal malpraktik profesi yang konstruksi kesalahannya dalam bentuk kealpaan.

“Tetapi tidak otomatis malpraktik melawan hukum pidana atau maladminstrasi tidak identik dengan melawan hukum pidana,” kata Dosen Hukum Pidana UII Yogyakarta itu.    

Pengujian ini diajukan oleh M Achsin, Anton Silalahi, Yanuar Mulyana, Rahmat Zuhdi, dan M. Zainudin. Mereka menilai ketentuan pidana Pasal 55 dan 56 dalam UU Akuntan Publik bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

Pemohon menilai kata ‘manipulasi’ dalam Pasal 55 dan 56 UU Akuntan Publik menimbulkan ketidakpastian hukum dan terkesan ambigu dan multitafsir. Kata “manipulasi” sulit dipahami karena perbuatan manipulasi tidak ditemukan dalam rumusan dasar KUHP sebagai ketentuan pokok hukum pidana.

Hal yang diatur dalam KUHP hanya mengenai pemalsuan surat. Pasal 55 dan 56 itu ditinjau dalam perpektif hukum pidana yang humanitas adalah tidak tepat dan tidak proporsional.

Menurutnya, frasa perbuatan “menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja” seharusnya tidak termasuk tindak pidana, tetapi masuk ke wilayah pelanggaran administratif. Sebab, kertas kerja (dokumen pendukung) bukan dokumen final pekerjaan Akuntan, melainkan opini.

Tags:

Berita Terkait