Mantan Narapidana Korupsi Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Legislatif, Bolehkah?
Terbaru

Mantan Narapidana Korupsi Mencalonkan Diri Sebagai Anggota Legislatif, Bolehkah?

Mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon legislatif dengan persyaratan tertentu.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Kegiatan penyoblosan saat pemilu legislatif. Foto ilustrasi: RES
Kegiatan penyoblosan saat pemilu legislatif. Foto ilustrasi: RES

Indonesian Corruption Watch (ICW) baru-baru ini melansir 24 nama mantan terpidana korupsi yang sedang berupaya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, baik di DPR RI dan DPD RI di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Syarat calon legislatif mantan terpidana korupsi ini masuk ke dalam daftar panjang polemik peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengatur teknis Pemilu 2024. Dalam aturan tentang syarat bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD yang tertuang dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan koruptor untuk mendaftar.

Sebelumnya, pada Pemilu 2019, KPU pernah melarang mantan koruptor ikut pemilihan legislatif yang diatur melalui Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018. Dalam Pasal 4 PKPU tersebut disebutkan, partai politik tidak boleh menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai bakal calon legislatif.

Baca Juga:

Larangan mantan koruptor tersebut menjadi calon legislatif kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung menjelang Pemilu 2019 karena MA menerima 13 pengajuan uji materi untuk menggugurkan regulasi tersebut.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif bertentangan dengan UU Pemilu. Dengan adanya putusan uji materi tersebut, mantan narapidana korupsi dapat mencalonkan diri sebagai calon legislatif dengan syarat yang ditentukan UU Pemilu.

Dalam putusan tersebut MA menuliskan sejumlah pandangan, beberapa alasan di antaranya mengaitkan larangan itu dengan Hak Asasi Manusia terutama hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih hingga alasan tumpang tindih peraturan. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait