Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih
Terbaru

Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih

MA memilih publikasi putusan sebagai quick win untuk menunjukkan ke khalayak bahwa mereka sedang berbenah diri. Butuh ‘kuda putih' agar publik menyadari sudah ada perbedaan.

Oleh:
NNC/ISA
Bacaan 2 Menit
Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih
Hukumonline

 

Jika kelak publikasi putusan itu sudah dilengkapi dengan informasi untuk memonitor perkara,--seperti jadwal sidang dan penelusuran perjalanan perkara, seorang yang berperkara tidak perlu lagi mondar-mandir ke pengadilan hanya untuk menanyakan nasib perkaranya seperti terjadi selama ini. Mereka cukup memonitor perkara mereka lewat pengadilan maya. Otomatis, secara tak langsung ini akan memangkas broker perkara di pengadilan. Tentu saja, untuk layanan informasi demikian butuh waktu panjang. Perlu dukungan infrastruktur dan petugas berintegritas yang profesional untuk mengelola layanan informasi. Bisa dikatakan,  MA baru maju setengah langkah dari ribuan langkah yang mesti ditempuh.

 

Pada acara Rakernas MA itu, hukumonline berkesempatan mewawancarai Marianna Sutadi. Menurut Wakil Ketua Bidang Yudisial MA itu, awal keterbukaan informasi melalui publikasi putusan merupakan hal yang paling mudah untuk membikin publik menyadari perubahan yang sedang dilakukan  MA. Ini juga merupakan jawaban, kenapa beberapa waktu terakhir Ketua MA Bagir Manan sempat berang lantaran lembaga yang dipimpinnya itu dicap jalan di tempat oleh sejumlah pemerhati peradilan. Berikut petikan hasil wawancara dengan Marianna Sutadi:

 

Apa sih latar belakang penyusunan SK KMA ini?

Dunia sudah berubah. Kalau kita tidak mau berubah, maka orang yang memaksa kita untuk berubah. Perubahan apa yang penting? Saya berkali-kali mendengar, orang mengatakan susah mendapatkan informasi dari pengadilan, khususnya putusan. Suatu perkara yang  sudah masuk MA seolah tak bisa diketahui lagi. Lalu saya berpikir, kita kan sudah punya blue print. Kita sudah melakukan banyak hal semisal tunggakan perkara sudah jauh berkurang. Tapi ini kok gemanya kurang di masyarakat. Lalu apa yang masyarakat inginkan dan kita bisa lakukan, sekaligus masyarakat bisa langsung tahu bahwa kita ini sudah berubah.

 

Lalu kita berpikir, bagaimana kalau kita mulai transparansi di pengadilan, dengan keterbukaan putusan. Memang ada banyak yang lain, seperti informasi biaya perkara, alur beracara, jadwal sidang. Yang bisa kelihatan hasilnya adalah kalau putusan-putusan bisa langsung diketahui masyarakat. Lalu kita diskusikan. Tapi kita terbentur dengan dana. Kita mulai bicara-bicara, dan datanglah IALDF (Indonesian Australian Legal Development Facility), mereka mau membantu. Kemudian mulailah kita melihat dahulu, bagaimana sih badan peradilan di luar negeri, kita melihat perbandingan. Perbandingan perlu, karena kita hidup di dunia ini kan tidak sendiri. Kita lihat bagaimana badan peradilan di negara lain. Ternyata di Australia sudah lama keterbukaan putusan. Hari ini diputus, paling lama besok sudah ada. Bagi kami itu sangat menyentuh. Saya pikir, hal seperti ini harus segera kita lakukan. Saya ingin menunjukkan bahwa kita bisa melakukan perubahan.  Memang  banyak orang meragukan bahwa kami telah melakukan perubahan.. Mudah-mudahan dengan keinginan kami terbuka seperti ini, masyarakat bisa menilai, bahwa kita betul-betul sedang melakukan perubahan. 

 

Dalam SK KMA No 144/2007 disebut juga keterbukaan informasi lain, seperti desk informasi pengadilan. Kapan itu akan dilakukan?

Kita akan masukan dulu dengan Surat Edaran yang baru-baru. Kalau yang lama kan sudah ada di bukunya. Surat Edaran yang baru akan kita masukkan. Surat Edaran yang baru-baru itu kan lebih efektif. Kita sekarang bekerja pakai softcopy. Ini kita lakukan pertama kali yang langsung tampak dulu. Kalau yang lainnya, semua itu sudah ada di buku dan ketentuannya sudah diatur di SK ini. Jadi kalau mau dikerjakan, nanti juga nggak apa-apa.

 

Untuk fatwa MA, apakah juga termasuk yang harus diinformasikan?

Fatwa adalah rahasia. Karena di situ orang meminta pada pandangan MA mengenai satu hal, jadi tentunya kita memberikan jawaban kepada yang bersangkutan toh? Bukan untuk diumumkan.

 

Itu bukannya mengikat?

Fatwa atau pandangan hukum tidak mengikat, mau dipakai boleh, tidak juga terserah.

 

Dalam sejumlah pekara, fatwa sering dipakai pihak berperkara, bahkan ditunjukkan di muka sidang?

Itu kalau dapat dari tempat lain terserah. Kalau dari kami, karena orang bertanya itu sifatnya meminta nasihat, ya rahasia. Kami menjaga rahasia itu. Kami rasa tidak etis untuk diumumkan. Kalau yang mau bertanya itu menerangkan ke umum ya silahkan saja. Tapi yang jelas bukan dari kami. Jadi kami tentunya tidak boleh mengumumkan fatwa.

 

Soal keterbukaan informasi tentang hakim-hakim yang dijatuhi sanksi?

Hakim kan jabatan kepercayaan. Orang tentunya mempercayakan pada hakim ini bahwa dia akan menangani perkaranya dengan benar dan adil. Nah, kalau sudah diumumkan kemana-mana hakim itu bersalah mana mau orang diadili oleh hakim itu. Padahal manusia kan ada perubahan dong. Masa gara-gara kesalahan kecil dia menanggung hukuman yang begitu berat. Kesalahan ada gradasinya. Kalau orang mencuri ayam langsung dihukum mati kan tidak benar. Menghukum berat seseorang saja pasti ada alasan pemberatnya.

 

Jadi menghukum hakim karena pelanggaran atau perbuatan tercelanya itu harus dengan penuh pertimbangan. Kalau itu diumumkan padahal kesalahannya kecil, dan pada suatu waktu dia akan jadi hakim lagi, orang tidak akan respect padanya. Nah itu kan tidak benar. Misalnya, dalam perkara Ketua Pengadilan Negeri Semarang, gitu ajalah. Itu sudah jelas dalam pemeriksaan dia sudah mengaku dan masih juga kita harus membuktikan. Itu mau apa lagi. Ya sudah, itu diumumkan tidak apa-apa. Jadi kalau kesalahan berat itu tidak apa-apa.

 

Terkadang juga terjadi, kesalahannya itu bukan pada integritas, tapi karena unprofesional. Misalnya, masalah penyitaan di Jakarta itu. Masak disita uang punya Departemen Pekerjaan Umum. Kalau begini Departemen ini kan tidak bisa mengeluarkan uang untuk bayar-bayar  penggantian tanah. Itu kan tidak perlu diumumkan siapa nama orangnya, cukup copot saja dipindah. Supaya dia mau belajar lebih baik lagi.

 

Jadi untuk hakim yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi hukuman berat bisa diumumkan?

Ya jelas dong. Lagipula kalau sudah begitu kami tidak mau pakai lagi. Biasanya kami berhentikan. Contohnya di Pengadilan di Aceh itu, yang karena ganja itu. Kan sudah ada di televisi. Diskors dulu baru kami berhentikan, karena ternyata dia juga setahun tidak masuk kerja.

 

Kalau boleh dinilai, moment MA untuk memulai keterbukaan informasi ini tepat sekali. Saat ini ada RUU Kebebebasan Informasi Publik yang sedang dibahas di DPR dan belum juga kelar. Atau mungkin MA juga ada merujuk ke sana?

Saya sama sekali tidak terpengaruh. Kalau boleh berterus terang, ini mulai saya bicara dengan teman-teman, justru kami membuat rancangan keputusan MA ini dengan mengundang unsur-unsur non hakim. Dari situ kita dapat pandangan yang objektif. Kalau kita mau berdalih, yang namanya Surat Keputusan MA kan boleh-boleh saja dibuat-buat sendiri sesuai kemauan kita sendiri. Tapi menurut hemat kami, itu tidak akan bagus hasilnya. Makanya itu, kita justru mengundang orang-orang dari non pengadilan, seperti akademisi, LSM, untuk melihat MA dari sudut pandang orang luar.

 

Kalau nanti RUU KIP itu sudah disahkan menjadi UU dan  SK KMA ini malah berbenturan dengan UU itu?

Saya kira tida. Karena begini. Memang di sini kalimat dalam Pasalnya bagus betul. Setiap orang berhak memperoleh informasi dari pengadilan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Dia tidak boleh bertentangan dengan UU. Itu jelas. Tentu kita sesuaikan. Ada kemungkinan, yang di sini informasi itu tidak kita beri, tapi menurut ketentuan UU tersebut kelak harus informasikan, kita harus tunduk. Karena harus tunduk dengan peraturan perundang-undang.

 

Anda mengatakan dengan bisa diaksesnya putusan pengadilan sesuai SK KMA, setiap orang dapat membaca putusan tersebut secara lengkap, sehingga masih tepatkah ungkapan bahwa Putusan MA tidak ada yang bermutu. Apa maksudnya?

Jadi begini. Masih ingat kan di surat-surat kabar, masyarakat berkomentar, putusan-putusan MA tidak bermutu. Saya jadi bertanya, putusan-putusan MA tidak bermutu, itu kan artinya sama sekali tidak ada putusan yang bermutu. Apakah orang itu sudah baca putusan MA? Konon katanya sulit mendapat putusan MA. Putusan mana yang dinilai begitu. Karena itu saya berharap, kalau kita sudah kita masukkan ke website, orang bisa mengakses secara langsung, bisa lihat dong pertimbangannya. Makanya yang kami perlihatkan adalah putusan Davidoff. Kita membatalkan pendaftaran perusahaan di Indonesia yang mendaftarkan lebih dahulu merk Davidoff. Itu menunjukkan bahwa kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diambil oleh UU Merek bahwa well-known brand itu dilindungi. Tidak mungkin merk Davidoff itu dibikin sebagai merek rokok di Pematang Siantar. Itu sudah ketahuan kan. Itu tidak boleh. Seperti dulu ada dompet Dunhill di Cibaduyut. Nggak boleh seperti itu. Itu merek-merek terkenal. Kita hidup di negara ini justru tidak  membiarkan orang asal memakai nama merk, menjalankan usaha  dengan merugikan orang lain. Tidak boleh itu.

 

Apakah pernyataan  itu juga merupakan sebuah tantangan bagi hakim-hakim agar memutus lebih baik dan bermutu?

Itu yang saya maksud. Pisau bermata dua. Untuk publik dan untuk hakim sendiri. Hakim akan berusaha terbaik agar putusannya tidak disalah-salahkan oleh publik. Tapi begini, apakah orang kalau ada pertimbangan begini lalu masih dikatakan tidak bermutu. Misalnya dalam sebuah perkara, ada terdakwa seorang penyidik dari KPK, Suparman. Di dalam kasasinya pengacara Suparman keberatan karena menurut dia, Suparman hanya diberi, sifatnya tidak memaksa saat menyerahkan barang padahal Suparman tidak meminta. Jadi tidak bisa dikenai korupsi. Tidak ada paksaan secara fisik dalam peristiwa itu. Lalu hakimnya bilang, di tingkat pertama lalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT), ada paksaan-paksaan psikis. Karena memang tidak ada acara penguasaan fisik dan memaksa secara fisik, misalnya dengan menodong pistol. Tapi pengacara bersikukuh keberatan. Dalam memori kasasinya dia mengatakan tidak ada itu istilah pemaksaan psikis. Lalu MA berpandangan bahwa kita harus menguraikan apa arti paksaan psikis di sini. Memang penyidik KPK itu sama sekali tidak meminta atau memaksa. Tapi dia tiba-tiba datang ke seseorang, lalu bilang, Bu, ibu kena perkara. Lalu dia bilang, Bu saya mau pergi ke Bandung. Itu memang tidak secara langsung memaksa, tapi apa juga iya seorang didatangi penyidik KPK memberi kabar yang mengancam diri lalu dia bilang seperti itu tidak mengerti apa maksudnya. Jadi untuk hakim-hakim bisa membaca langsung, putusannya begini-begini, pertimbangannya seperti itu.

 

Apakah nanti putusan itu bisa menjadi semacam yurisprudensi?

Saya sih inginnya begitu. Setidaknya membantu hakim untuk belajar, untuk membaca. Walaupun sistem hukum kita ini bisa dikatakan tidak mengikat seperti di sistem Common Law, tapi secara tidak langsung pasti akan berpengaruh, putusan MA akan mengikat. Karena putusan yang menyimpang dari yurisprudensi, tanpa dasar hukum tetap akan dibatalkan oleh MA.

 

Putusan yang dipublikasi ini apakah bisa di-upload sebelum putusan diterima pihak yang berperkara?

Awalnya saya juga tidak setuju. Tadi sudah saya bilang, ketika kita mengerjakan rancangan SK ini, kita menarik orang-orang dari luar pengadilan. Sebab kalau hanya dari dalam pengadilan kita akan menjadi kaku. Kita tidak tahu seperti apa kita di mata orang luar. Awalnya saya juga berpandangan sebelum orang yang berperkara diberitahu, itu tidak bisa diumumkan. Saat itu saya menentang keras. Lalu ada pendapat dari teman saya yang di luar pengadilan, mengatakan lain. Saya lalu berpikir, ini kan anggapan orang dari luar tentang kita, pandangan dia memang memerlukan putusan yang belum berkekuatan hukum tetap pun bisa didapatkan umum. Dia bilang ada dasar hukumnya. Yaitu UU Peradilan Umum. Disitu disebutkan, ketua pengadilan membagi perkara berdasarkan urutan. Tapi di situ juga disebutkan bahwa ada perkara-perkara yang harus diprioritaskan. Jadi tidak usah berdasarkan urutan nomor. Dari sini saya berpandangan bahwa pemerintah dan rakyat melalui DPR berpandangan bahwa pekara-perkara yang menarik perhatian masyarakat itu bisa mengalahkan ketentuan yang ada sebelumnya. Misal perkara korupsi mendapat nomor urut 50 kok boleh lompat padahal yang diperiksa baru sampai urutan sepuluh, misalnya. Menurut KUHAP, keputusan itu hanya diberikan pada yang berkepentingan. Tapi saya melihat pada UU Peradilan Umum. Logikanya putusan kan dibacakan di depan umum, jadi ya langsung saja tidak pelu menunggu sudah sampai ke pihak yang berperkara.

 

Manfaatnya menurut saya lebih banyak. Salah satunya mengurangi orang-orang kasak-kusuk mengenai perkara. Makanya itu, ada dua penerbitan. Satu, putusan yang hanya singkat, satunya lagi yang naskah penuh. Yang singkat namanya roll, dikasih yang terakhir dulu, lalu nanti dilengkapi, sambil proses berjalan.

 

Apakah putusan-putusan yang telah diumumkan itu boleh disiarkan lagi atau diterbitkan ulang oleh institusi lain, bagaimana dengan persoalan hak ciptanya?

Kalau dibacakan saja sudah terbuka untuk umum, tentu saja terserah mau diapakan lagi. Anotasi yang mempunyai Hak Cipta. Jadi kalau putusan kita dulu kan suka ada anotasinya, itu nggak boleh, ini ada Hak Ciptanya. Kalau di luar negeri anotasi itu dipegang oleh akademisi. Perguruan Tinggi. Dia memegang teori. Dia akan bilang, kalau ini benar dia akan bilang benar. Tapi kalau putusan ya enggak. Disiarkan ulang boleh-boleh saja.

 

Lalu untuk infrastruktur lain kapan akan ditindaklanjuti?

Kita kan bertahap ya melakukannya. Kita prioritaskan dulu putusan. Sementara ini sosialisasi dulu dari program keterbukaan putusan. Sebab ini yang paling kelihatan hasilnya. Nanti akan dilakukan pengembangan ke layanan lain tapi dengan bertahap. Dalam waktu dekat masih butuh sosialisasi ke daerah. Hakim di daerah ini kan perlu dijelaskan. Menurut saya, orang baca dengan dijelaskan, ada perbedaan yang besar. Aparat yang akan menjalankan itu kan tentunya harus siap. Kita juga harus memastikan juga mereka benar-benar siap. Kami juga berharap masyarakat mengerti, kami butuh waktu untuk transisi. Untuk MA ini kita sudah mau membentuk sebuah desk baru untuk melayani permohonan putusan itu. Kita mengejar waktu ya, ada tuntutan masyarakat agar bisa mudah mengakses putusan. Tapi bagi kami yang terpenting adalah melakukan sosialisasi lebih dulu ke dalam. Sebab, jangankan di daerah-daerah, di Mahkamah Agung sendiri saja belum tentu mereka sudah mengerti.

 

Biasanya kendala dari salinan putusan itu adalah lambannya proses sejak perkara diputus lalu menjadi salinan putusan?

Iya itulah. Tapi perlu diketahui, dampak dari keterbukaan informasi putusan ini besar loh. nanti akan merembet ke cara kerja pegawai agar lebih cepat memproses salinan putusan yang sudah dibacakan, agar bisa melayani publik yang mencari informasi putusan dengan baik. Tapi mbok ya ngertilah, kita melakukan ini kan bertahap.

 

Dalam Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung (Rakernas MA) yang dihelat pada 3-6 September 2007 di Makassar, ada policy menarik yang mulai disosialisasikan pada peserta Raker. Lembaga pucuk Peradilan itu memulai langkah untuk membuka diri.

 

Melalui Surat Keputusan Ketua MA, SK KMA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 yang diteken akhir Agustus, dilakukanlah peluncuran web-site http://www.putusan.net. Situs maya ini adalah sebuah direktori baru dari situs maya resmi MA yang berisi database putusan dalam bentuk digital. Isinya bisa diunduh masyarakat di belahan bumi manapun dengan gratis.

 

Mengawali penyediaan database, dipilih sejumlah putusan-putusan ciamik untuk dipampang pada direktori teranyar dari situs maya MA tersebut. Nantinya, secara periodik database putusan bakal terus diperbaharui. Bahkan menilik Pengadilan di Australia, sebuah putusan akan sudah terpampang di website 1  x 24 jam setelah diputus. Di negeri Paman Sam, lebih mutakhir lagi. Catatan perkara seorang warga bisa dilacak di situs maya. Ke depan, idealnya begitu putusan dibacakan, sebentar kemudian langsung dipublikasikan di dunia maya.

Tags: