Berhati-hatilah korporasi yang melakukan alih fungsi lahan sawah. Apabila lahan sawah itu ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dilindungi, pengalihfungsiannya dapat menyeret korporasi ke dalam ancaman beragam sanksi. Jenis sanksinya pun tidak ‘kaleng-kaleng’, jauh lebih berat ketimbang pelaku perseorangan.
Bayangkan, selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi sanksi perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah, dan pembayaran ganti kerugian. Bahkan, pengurus badan hukum bisa dipecat atau dilarang mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.
Aneka ragam sanksi pidana itu tertera dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU PLP2B). Berdasarkan penelusuran Hukumonline, belum ada satu pun korporasi yang dihukum Mahkamah Agung karena menabrak aturan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.
Tetapi, sudah ada beberapa gugatan warga yang mendalilkan tindakan tergugat sebagai pelanggaran terhadap larangan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Sebut misalnya gugatan petani atas pengerukan lahan di samping areal sawahnya tanpa mengantongi izin alih fungsi lahan. Meskipun gugatan itu dinyatakan tidak dapat diterima, upaya petani di Kendal tersebut menunjukkan pentingnya menegakkan ketentuan larangan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan (lihat putusan Pengadilan Negeri Kendal No. 3/Pdt.G/2016/PN.Kdl)
