Massachusetts Bersiap Ujian Advokat Online Akibat Covid-19, Mungkinkah di Indonesia?
Utama

Massachusetts Bersiap Ujian Advokat Online Akibat Covid-19, Mungkinkah di Indonesia?

Teknis pelaksanaan pendidikan khusus profesi advokat dan ujian oleh Organisasi Advokat tidak diatur dalam UU Advokat. Kewenangan penuh ada pada Organisasi Advokat.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Baik Presiden KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto maupun Sekretaris Jenderal Peradi, Thomas E.Tampubolon mengakui ujian online tidak dilarang UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Keduanya mengacu pada Pasal 2 dan pasal 3 UU Advokat. Ia meyakini peluang itu terbuka lebar. Persoalan yang harus dipersiapkan adalah sistem pengawasan agar ujian berjalan adil dan bersih dari kecurangan. “Tidak ada larangan untuk melakukan itu berdasarkan UU Advokat, karena bagaimana bentuk ujiannya tidak dijelaskan,” Thomas menjelaskan kepada hukumonline.

“Suatu saat bukan hal yang aneh kalau dibuat demikian, yang penting memastikan aman dari kecurangan, peserta ujian benar-benar menjalaninya sesuai prosedur,” ujarnya. Saat ini Peradi belum merencanakan alternatif ujian advokat secara online.

Thomas menjelaskan kebiasaan Peradi menyelenggarakan dua kali ujian dalam setahun. Pertama di awal tahun dan kedua di akhir tahun. Jadwal ujian kedua di tahun 2020 diperkirakan saat kepengurusan Peradi yang dipimpinnya saat ini sudah berganti. “Kami belum ada rencana ke arah sana,” ungkap Thomas.

(Baca juga: Peradi Rilis Daftar Peserta yang Lulus UPA Peradi 2020).

Sementara itu, Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengaku sudah meluncurkan penyelenggaraan ujian advokat secara online sekira tahun 2015 silam. “Kami bahkan tercatat dalam rekor saat itu sebagai yang pertama di Indonesia menyelenggarakan ujian advokat secara online,” kata Tjoetjoe.

Penelusuran hukumonline menemukan rekor tersebut diberikan oleh Lembaga Prestasi Indonesia Dunia. Kategori yang didapat adalah Ujian Kompetensi Profesi Dasar Advokat Intensif Berbasis Internet. Penghargaan diberikan kepada tiga pemrakarsa yaitu Najib Ali Gisymar selaku Direktur Badan Otonom Pendidikan dan Pelatihan KAI, Badan Otonom Pendidikan dan Pelatihan KAI, serta KAI sendiri sebagai organisasi.

Saat itu sekaligus uji coba pertama yang KAI lakukan. Pesertanya belum banyak. Tjoetjoe menyebut hanya sekira 20an peserta. “Tidak sampai 30 peserta. Peminatnya belum banyak. Tapi tetap kami sediakan pilihan cara itu,” Tjoetjoe menambahkan.

Hingga saat ini KAI lebih sering menggunakan ujian dengan kehadiran fisik di lokasi yang ditentukan. Teknis pendidikan khusus profesi advokat dan ujian advokat tidak diatur lebih rinci dalam UU Adokat. KAI bahkan memiliki urutan berbeda dengan Peradi dalam merekrut advokat. “KAI ujian dulu, yang lulus baru kami didik,” ujar Tjotjoe. Ujian bernama Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat itu terdiri dari soal tertulis dan wawancara lisan.

Mereka yang lulus akan mengikuti pendidikan khusus profesi advokat KAI lalu diangkat sebagai advokat. Setelah itu dilanjutkan mengucap sumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi sebelum mulai menjalankan profesi advokat. “Jadi KAI sudah duluan ujian online. Target kami di 2024 sudah ujian online semua,” ungkap Tjotjoe.

Ia mengaku ada risiko dalam ujian online. Namun antisipasi dilakukan KAI dengan skema wawancara lisan. “Berdasarkan jawaban tertulis peserta akan kami wawancara acak secara lisan untuk menguji lagi,” Tjotjoe menambahkan.

Mengenai  pendidikan khusus profesi advokat, KAI belum pernah melakukannya secara online. Tjotjoe kembali menegaskan pendapatnya soal ujian advokat di akhir penjelasan. “UU Advokat tidak mengatur cara ujian. Wawancara saja bisa, tidak perlu tertulis. Tertulis saja juga cukup. Tergantung organisasi advokat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait