Massachusetts Bersiap Ujian Advokat Online Akibat Covid-19, Mungkinkah di Indonesia?
Utama

Massachusetts Bersiap Ujian Advokat Online Akibat Covid-19, Mungkinkah di Indonesia?

Teknis pelaksanaan pendidikan khusus profesi advokat dan ujian oleh Organisasi Advokat tidak diatur dalam UU Advokat. Kewenangan penuh ada pada Organisasi Advokat.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat. Ilustrator: BAS
Ilustrasi advokat. Ilustrator: BAS

Massachusetts Supreme Judicial Court mengumumkan siap menyelenggarakan ujian secara online bagi calon lawyer di sana. Solusi itu diajukan jika wabah Covid-19 belum juga memungkinkan pelaksanaan ujian seperti biasa. Berita ini dilansir dari abajournal.com akhir bulan lalu. Sikap progresif ini mengundang tanya mengenai peluang yang sama di Indonesia. Mungkinkah dilakukan di Indonesia?

“Kami mengerti bahwa ini waktu yang buruk untuk lulus dari sekolah hukum,  disodorkan kemungkinan resesi berat bahkan lebih buruk, kondisi tidak pasti soal bagaimana dan kapan pandemi akan berakhir, serta tantangan berpraktik hukum, melatih calon advokat, dan menegakkan keadilan secara virtual,” kata Chief Justice Ralph Gants kepada Dekan kampus-kampus hukum setempat.

Tentu saja langkah itu akan menjadi terobosan penting dalam sejarah profesi hukum di dunia internasional. Perdebatan masih berlangsung di kalangan profesional hukum Amerika Serikat. Biasanya ujian diselenggarakan pada bulan Juli. Alternatif yang dipilih adalah menunda ujian hingga September atau Oktober.

Cuma, penundaan berpotensi merugikan banyak lulusan hukum di sana. Mereka menantikan ujian untuk boleh memberikan pelayanan jasa hukum. Kemungkinan penumpukan lulusan hukum yang tidak berlisensi praktik menjadi bahan perdebatan. Para pemangku kepentingan juga melihat ada kebutuhan besar masyarakat yang mendesak untuk mendapat pelayanan jasa hukum.

Kebijakan ujian calon advokat menjadi kewenangan masing-masing Supreme Court negara bagian di Amerika Serikat. Sejauh ini hanya Massachusetts Supreme Judicial Court yang memberi izin ujian tetap di bulan Juli dengan alternatif secara online.

Tidak Dilarang UU Advokat

Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) di Indonesia mulai dilakukan online baru-baru ini. Alasannya juga berkaitan wabah Covid-19. Kelas PKPA online yang diadakan bersama Hukumonline berhasil menghimpun 100 peserta dari 17 provinsi se-Indonesia untuk angkatan tahun 2020. PKPA Hukumonline secara virtual tersebut akan berlangsung 4 Mei-11 Juni 2020. Sebanyak 25 kali pertemuan tiap Senin-Jumat sore dan Sabtu pagi dilakukan melalui platform Zoom Cloud.

(Baca juga: Pertama Kali, PKPA Online Kelas Nasional Bersama Hukumonline).

Hukumonline mendapatkan tanggapan dari dua organisasi advokat Indonesia soal peluang ujian Advokat di Indonesia secara online. Ternyata sikap Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) tidak jauh beda.

Baik Presiden KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto maupun Sekretaris Jenderal Peradi, Thomas E.Tampubolon mengakui ujian online tidak dilarang UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Keduanya mengacu pada Pasal 2 dan pasal 3 UU Advokat. Ia meyakini peluang itu terbuka lebar. Persoalan yang harus dipersiapkan adalah sistem pengawasan agar ujian berjalan adil dan bersih dari kecurangan. “Tidak ada larangan untuk melakukan itu berdasarkan UU Advokat, karena bagaimana bentuk ujiannya tidak dijelaskan,” Thomas menjelaskan kepada hukumonline.

“Suatu saat bukan hal yang aneh kalau dibuat demikian, yang penting memastikan aman dari kecurangan, peserta ujian benar-benar menjalaninya sesuai prosedur,” ujarnya. Saat ini Peradi belum merencanakan alternatif ujian advokat secara online.

Thomas menjelaskan kebiasaan Peradi menyelenggarakan dua kali ujian dalam setahun. Pertama di awal tahun dan kedua di akhir tahun. Jadwal ujian kedua di tahun 2020 diperkirakan saat kepengurusan Peradi yang dipimpinnya saat ini sudah berganti. “Kami belum ada rencana ke arah sana,” ungkap Thomas.

(Baca juga: Peradi Rilis Daftar Peserta yang Lulus UPA Peradi 2020).

Sementara itu, Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengaku sudah meluncurkan penyelenggaraan ujian advokat secara online sekira tahun 2015 silam. “Kami bahkan tercatat dalam rekor saat itu sebagai yang pertama di Indonesia menyelenggarakan ujian advokat secara online,” kata Tjoetjoe.

Penelusuran hukumonline menemukan rekor tersebut diberikan oleh Lembaga Prestasi Indonesia Dunia. Kategori yang didapat adalah Ujian Kompetensi Profesi Dasar Advokat Intensif Berbasis Internet. Penghargaan diberikan kepada tiga pemrakarsa yaitu Najib Ali Gisymar selaku Direktur Badan Otonom Pendidikan dan Pelatihan KAI, Badan Otonom Pendidikan dan Pelatihan KAI, serta KAI sendiri sebagai organisasi.

Saat itu sekaligus uji coba pertama yang KAI lakukan. Pesertanya belum banyak. Tjoetjoe menyebut hanya sekira 20an peserta. “Tidak sampai 30 peserta. Peminatnya belum banyak. Tapi tetap kami sediakan pilihan cara itu,” Tjoetjoe menambahkan.

Hingga saat ini KAI lebih sering menggunakan ujian dengan kehadiran fisik di lokasi yang ditentukan. Teknis pendidikan khusus profesi advokat dan ujian advokat tidak diatur lebih rinci dalam UU Adokat. KAI bahkan memiliki urutan berbeda dengan Peradi dalam merekrut advokat. “KAI ujian dulu, yang lulus baru kami didik,” ujar Tjotjoe. Ujian bernama Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat itu terdiri dari soal tertulis dan wawancara lisan.

Mereka yang lulus akan mengikuti pendidikan khusus profesi advokat KAI lalu diangkat sebagai advokat. Setelah itu dilanjutkan mengucap sumpah di sidang terbuka Pengadilan Tinggi sebelum mulai menjalankan profesi advokat. “Jadi KAI sudah duluan ujian online. Target kami di 2024 sudah ujian online semua,” ungkap Tjotjoe.

Ia mengaku ada risiko dalam ujian online. Namun antisipasi dilakukan KAI dengan skema wawancara lisan. “Berdasarkan jawaban tertulis peserta akan kami wawancara acak secara lisan untuk menguji lagi,” Tjotjoe menambahkan.

Mengenai  pendidikan khusus profesi advokat, KAI belum pernah melakukannya secara online. Tjotjoe kembali menegaskan pendapatnya soal ujian advokat di akhir penjelasan. “UU Advokat tidak mengatur cara ujian. Wawancara saja bisa, tidak perlu tertulis. Tertulis saja juga cukup. Tergantung organisasi advokat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait