Melihat Keefektifan Penerimaan Bansos Produktif Usaha Mikro Senilai Rp2,4 Juta
Berita

Melihat Keefektifan Penerimaan Bansos Produktif Usaha Mikro Senilai Rp2,4 Juta

Kementerian Keuangan sebaiknya mengevaluasi kembali metode penargetan bantuan sosial.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pelaku usaha mikro merupakan pihak paling terdampak akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) saat pandemi Covid-19. Pemerintah mencoba memberi bantuan sosial produktif bagi usaha mikro sebesar Rp2,4 juta kepada 12 juta pelaku usaha. Sayangnya, bansos tersebut dianggap masih belum efektif karena pemberiannya masih belum merata. Sehingga masih banyak pelaku usaha tidak menerima bansos tersebut.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Siti Alifah Dina, mengatakan pemberian bansos saja tidak cukup untuk keberlanjutan produktivitas usaha mikro. Peningkatan akses UMKM ke pasar digital dapat menjadi salah satu solusi keberlangsungan usaha mikro di tengah pandemi.

Dia menjelaskan bansos produktif senilai Rp2,4 juta ditujukan untuk pelaku usaha mikro yang belum pernah atau tidak sedang menerima pinjaman dari perbankan dan memiliki jumlah dana kurang dari Rp2 juta di dalam rekening bank. Usaha mikro didefinisikan sebagai usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang UMKM.

Umumnya, usaha tersebut dilakukan di level rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja maksimal empat orang dan bergerak di sektor kerajinan, makanan dan minuman, pakaian dan peralatan rumah tangga. Untuk mendapatkan data pelaku usaha mikro yang memenuhi kriteria penargetan tersebut, Kementerian Keuangan menggunakan kompilasi data dari Kementerian Koperasi dan UKM, Pemerintah Daerah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga Himpunan Bank Negara (Himbara) seperti BNI, Mandiri, dan BRI. Bank milik negara ini turut berperan dalam menyalurkan bantuan melalui rekening pelaku usaha mikro.

Atas kondisi tersebut, dia menyarankan Kementerian Keuangan sebaiknya mengevaluasi kembali metode penargetan bantuan sosial. “Untuk tujuan peningkatan produktivitas usaha mikro ini. Sebagian besar pelaku usaha mikro berpotensi “terkecualikan” dalam skema pemberian bansos karena karakteristik usaha mikro di Indonesia yang sebagian besar informal dan belum memiliki akses terhadap layanan perbankan,” ujarnya, Selasa (3/11). (Baca Juga: Persoalan Ini Jadi Alasan Bansos Rp600 Ribu ke Karyawan Tidak Tepat Sasaran)

Dia menjelaskan diperkirakan 79% usaha mikro masih bersifat informal menurut data dari International Finance Corporation (IFC) di tahun 2016. Tidak hanya itu, laporan dari Global Financial Index Database tahun 2017 menyebutkan bahwa 51% masyarakat dewasa Indonesia belum memiliki rekening bank. Sebagai perbandingan, Thailand dan Malaysia memiliki proporsi yang lebih rendah dari Indonesia dengan masing-masing sebesar 18% dan 15%.

Walaupun pendaftaran bisa dilakukan melalui Dinas Koperasi dan UKM di kabupaten/kota, langkah ini harus diimbangi dengan sosialisasi yang ekstensif. Sosialisasi bertujuan agar pelaku usaha mikro, terutama di pedesaan, mengetahui mekanisme bansos ini dan aktif mendaftar.

Tags:

Berita Terkait