Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan “Perkara Diteruskan” di Sidang PK Djoko Tjandra
Utama

Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan “Perkara Diteruskan” di Sidang PK Djoko Tjandra

​​​​​​​Ada dua SEMA yang terkesan kontradiktif, satu tidak dapat diterima, satu lagi PN wajib menuliskan pendapat di berita acara.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Sementara putusan majelis hakim yang menyatakan sidang diteruskan yang kemudian dianggap penuntut umum bisa saja diteruskan ke MA memang mempunyai dasar hukum sendiri. Selain dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012 di atas yang menyebutkan permohonan akan dikembalikan ke PN oleh MA untuk dilengkapi syarat administrasi, dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2018 juga menyebutkan Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksan PK wajib memberikan pendapat mengenai aspek formal dan materiil terhadap alasan-alasan PK yang dimohonkan pemohon sesuai Pasal 265 ayat (3) KUHAP yaitu tentang pembuatan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa dan pemohon.

Kemudian dalam Pasal 266 KUHAP ayat (1) juga disebutkan dalam hal PK tidak memenuhi ketentuan sebagaimana Pasal 263 ayat (2), MA menyatakan bahwa permintaan PK tidak dapat diterima beserta dasar alasannya.

Selain itu Hukumonline juga melakukan penelusuran apakah ada yurisprudensi suatu pengadilan negeri menolak atau menggugurkan permohonan PK perkara pidana, dan hingga kini yurisprudensi tersebut belum ditemukan. Salah satu perkara yang mirip dengan kasus Joko Tjandra yaitu pengajuan PK oleh Samadikun Hartono, buronan BLBI sejak 2003 yang baru saja ditangkap pada 2016 lalu.

Dalam pelariannya Samadikun mengajukan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan Pada 2008, MA memutuskan PK yang diajukan mantan Komisaris Utama Bank Modern yang membawa kabur uang negara dari dana BLBI sebesar Rp169,4 miliar itu ditolak Majelis PK dan tetap menghukumnya selama 4 tahun sesuai dengan putusan kasasi. (Baca: ‘Akal-akalan’ Joko Tjandra Muluskan Permohonan PK)

Kontradiktif

Pakar Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Febby Mutiara Nelson menyatakan berdasarkan SEMA Nomor 1 tahun 2012 tentang Permohonan PK dalam perkara pidana, terpidana tidak hadir di persidangan maka perkara harus dinyatakan tidak dapat diterima (NO) dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke MA.

Namun dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2018 menyebutkan pendapat hakim yang memeriksa persidangan PK dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Sehingga menurutnya ada dua SEMA yang terkesan kontradiktif satu sama lain. Di satu sisi dengan jelas menyatakan tidak dapat diterima dan berkas tidak diajukan ke MA, tapi di sisi lain hakim diwajibkan membuat berita acara pemeriksaan yang berkasnya nanti dikirimkan ke MA.

“Nah karena ada dua ketentuan di dua SEMA yang berbeda terjadilah pro dan kontra pelaksanannya. Intinya ada dua SEMA, satu mengatakan bisa diputus hakim PN satu lagi sesuai KUHAP harus diputus MA. Hakim PN hanya mengirimkan berita acara dan catatan terkait dengan formil dan materiil,” terangnya.

Mengenai pencarian Hukumonline yang belum menemukan yurisprudensi pengadilan tingkat pertama menolak/menggugurkan permohonan PK, Febby sendiri berpendapat hal tersebut wajar, apalagi ada aturan di KUHAP MA yang menyatakan PK diterima atau tidak. Namun semestinya dengan keluarnya SEMA Nomor 1 Tahun 2012 terkait syarat formil terpidana tidak hadir, pengadilan negeri seharusnya berani menyatakan permohonan PK tidak dapat diterima.

“Pasti ada alasan kenapa SEMA itu keluar dulunya. Tapi perdebatannya lagi apakah SEMA bisa bertentangan dengan KUHAP? Tapi (SEMA Nomor 1/2012) dari terlaksananya asas sederhana cepat biaya ringan. Saya sendiri cenderung sepakat dengan SEMA 1/2012,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait