Melihat Peluang Sarjana Hukum Jadi In House Counsel di Perusahaan Startup
In House Counsel Series

Melihat Peluang Sarjana Hukum Jadi In House Counsel di Perusahaan Startup

Seiring dengan pesatnya perkembangan perusahaan startup dan pentingnya peran legal, maka peluang sarjana hukum untuk menjalankan profesi sebagai in house counsel sangat besar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Senior Lead Legal Tokopedia, Vinsensia Agustine Kangen dan SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmahora Simbolon. Foto: RES
Senior Lead Legal Tokopedia, Vinsensia Agustine Kangen dan SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmahora Simbolon. Foto: RES

Kemajuan teknologi membuat berbagai aspek kehidupan mengalami perubahan, salah satunya dari sisi ekonomi. Misalnya saja sekarang dikenal dengan adanya perusahaan startup. Jenis perusahaan ini muncul di zaman milenial dengan memperkenalkan cara berdagang dan memproduksi produk yang baru dan berbeda dari yang lainnya.

Biasanya, perusahaan-perusahaan startup ini identik dengan anak muda yang memiliki ide-ide baru. Cara berpikir yang cepat, mengambil keputusan pun juga cenderung cepat. Hal ini yang membedakan perusahaan startup dengan perusahaan konvensional.

Perubahan-perubahan ini kemudian turut mengubah persepsi kalangan usaha dalam melihat posisi legal atau in house counsel. Dulu, profesi in house counsel dianggap tidak begitu penting dan kerap berada di bawah divisi keuangan, namun saat ini hampir seluruh perusahaan memiliki divisi legal.

“Dulu biasanya legal itu under finance dan enggak semua orang ngegubris, yang ada biasanya persepsi legal, ah legal cuma menghambat enggak bantuin, tapi berbeda dengan sekarang, sekarang hukum itu dianggap penting,” kata SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon, kepada Hukumonline beberapa waktu lalu.

Hukumonline.com

(SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon)

Terutama, di saat investasi mulai menggeliat di Indonesia, perkembangan hukum menjadi cukup tinggi, dilihat dari posisi legal menjadi penting pada saat ini. Legal tak hanya memikirkan dan mencari jalan keluar saat perusahaan mendapat masalah atau menghindari masalah, namun legal mengurusi berbagai aspek di perusahaan, mulai dari negosiasi kontrak, akuisisi, jual beli, pengurusan aset, persoalan sewa menyewa, hingga pendaftaran merek.

Melihat pentingnya posisi legal dalam menjalankan usaha, Lasmaroha menilai sudah selayaknya profesi in house counsel mulai dilirik oleh para sarjana hukum. Apalagi saat ini perusahaan-perusahaan start up mulai berkembang pesat di Indonesia, dan tentunya membutuhkan legal-legal handal yang memiliki cara berpikir cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, sesuai perkembangan zaman. (Baca: Melihat Peran In House Counsel di Industri E-Commerce)

Sebagai pribadi yang sudah mengenyam dunia kerja, baik di law firm maupun di perusahaan startup, Lasmaroha mengimbau sarjana hukum untuk membuka diri dan melihat lebih jauh terhadap profesi in house counsel. Menurutnya, bekerja sebagai legal memiliki tantangan tersendiri, terutama untuk perusahaan startup.

Di perusahaan startup, lanjutnya, para legal diminta untuk berfikir fleksibel dalam melihat fenomena hukum. Tak hanya sekadar hitam atau putih, benar atau salah, tapi juga mengikuti selera costumer. Legal harus mampu melihat hukum secara berbeda.

“Kita juga punya tugas membantu perusahaan dalam urusan business to business. Satu hal lain yang kita lakukan di Tiket.com adalah kata-kata dalam website Tiket.com itu yang handle legal, misal syarat dan ketentuan, penjelasan mengenai produk, kata-kata disclaimer itu tim legal yang handle. Kemudian ada customer complain itu juga tim legal yang bantu untuk mencoba meramu entah surat menyurat, jawaban supaya customer puas dengan pelayanan yang dberikan Tiket.com,” ujarnya.

Selain itu, menjadi in house counsel pada perusahaan startup tidak boleh berkata ‘no’ saat ada ide baru. Perusahaan startup membutuhkan legal-legal yang cepat dan tepat dalam mengimplementasikan ide.

“Jadi mereka maunya cepat, mereka nanya legal bisa apa enggak, itu butuh jawaban yang cepat dan tepat. Kita enggak sempat buka peraturan pasal sekian, kita harus cepat dan tepat kasih jawaban karena startup itu kerjanya cepat, besok bisa saja ide berubah,” imbuhnya.

Jika dibandingkan dengan perusahaan konvensional, perusahaan startup memiliki cara kerja yang jauh berbeda. Perusahaan konvensional memiliki waktu untuk menyusun strategi, melakukan tes pasar, mendirikan PT, sementara perusahaan startup semua harus dilakukan secara cepat. Di sinilah letak pentingnya peran legal dalam menjalankan tugas, yang tentu menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para sarjana hukum.

“Karena kalau kita compare dengan perusahaan konvensional, mereka itu punya waktu, bikin PT dulu, tes market dulu, di startup beda, bahas di whatsap grup langsung nanya legal bisa apa enggak, finance bagaimana, pajak bagaimana. Jadi kita itu harus kerja cepat dan tepat dan kreatif,” imbuhnya.

Selain punya basis ilmu hukum, untuk menjalankan peran legal pada perusahaan startup harus memiliki rasa penasaran yang tinggi dan memiliki cara berpikir seperti costumer. Hal ini mengingat perusahaan startup lahir dan tumbuh dalam bidang usaha yang bermacam-macam, sehingga dengan rasa penasaran, kemudian banyak bertanya, maka berbagai informasi akan diperoleh. Tentunya, tak hanya seputar hukum, namun informasi-informasi yang lebih kompleks di luar dunia hukum.

“Kita kalau kerja di startup harus selalu bisa menempatkan diri kita sebagai customer. Kalau kamu enggak mikir customer kamu ketinggalan cerita, orang enggak pakai kamu, karena akan selalau ada competitor. Customer bisa pindah, tinggal hapus aplikasi. Dan enggak semua hal yang ditanya legal itu seputar hukum, banyak yang di luar hukum,” jelasnya.

Senior Lead Legal Tokopedia, Vinsensia Agustine Kangen mengingatkan bahwa dengan adanya dinamika usaha, khususnya e-commerce, yang begitu cepat, maka seorang in-house counsel juga harus go beyond legal dan willing to wear additional hats. Artinya, legal diharapkan untuk memiliki pemahaman dan berpikir layaknya orang bisnis sehingga mengerti mengenai bisnis yang dijalankan.

Hukumonline.com

(Senior Lead Legal Tokopedia, Vinsensia Agustine Kangen)

Selanjutnya dengan kompetensi tersebut maka in-house counsel diharapkan menjadi better risk manager dan problem solver atas setiap kendala yang dialami oleh perusahaan maupun inisiatif bisnis baru yang direncanakan untuk dikembangkan di kemudian hari.

In house counsel harus memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat terhadap perubahan-perubahan dalam alur/struktur kegiatan usaha dan inisatif bisnis baru yang akan dikembangkan oleh perusahaan e-commerce. Terakhir, digital mindset dalam bentuk pemanfaatan teknologi juga diperlukan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan sebagai seorang in-house counsel,” tutupnya.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait