Melihat Stimulus Jasa Keuangan Industri Asuransi dan Dana Pensiun
Berita

Melihat Stimulus Jasa Keuangan Industri Asuransi dan Dana Pensiun

Perlu diambil kebijakan antisipatif agar dampak negatif Covid-19 tidak semakin meluas.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Kantor OJK. Foto: RES
Kantor OJK. Foto: RES

Rangkaian stimulus sektor jasa keuangan terus dikeluarkan sebagai bentuk antisipasi terhadap pandemi virus Corona. Sebelumnya, stimulus jasa keuangan pada industri perbankan dan perusahaan pembiayaan atau leasing telah dilakukan. Stimulus tersebut terus berlanjut dengan dikeluarkannya rangkaian ketentuan pada sektor jasa keuangan non bank termasuk industri asuransi dan dana pensiun.

 

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Riswinandi, melalui surat resminya menyatakan perkembangan penyebaran virus Corona berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap konsumen dan lembaga jasa keuangan non bank yang mengganggu kinerja hingga stabilitas sistem keuangan. Atas kondisi tersebut, dia menjelaskan perlu diambil kebijakan antisipatif agar dampak negatif tidak semakin meluas.

 

Sehubungan dengan perasuransian, OJK memberikan perpanjangan waktu batas pelaporan berkala bagi perusahaan. Kemudian, pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) pihak utama perusahaan perasuransian dapat dilaksanakan melalui video conference.

 

Dalam rangka perhitungan tingkat solvabilitas atau kemampuan untuk memenuhi semua kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi syariah, aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi berupa sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di bursa efek, obligasi korporasi, surat berharga pemerintah dan surat berharga syariah pemerintah dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi (penurunan nilai).

 

Kemudian, pembatasan aset yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi pada tagihan premi penutupan langsung dipepanjang dari dua bulan menjadi empat bulan sejak jatuh tempo pembayaran sepanjang perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi syariah memberikan perpanjangan batas waktu empat bulan kepada pemegang polis, peserta dan nasabah. Ketentuan tersebut hanya berlaku untuk tagihan premi atau kontribusi yang mulai berlaku sejak Februari 2020.

 

(Baca: Tata Cara dan Kriteria Debitur yang Berhak Restrukturisasi Utang Akibat Covid-19)

 

Kebijakan stimulus serupa juga dilakukan pada sektor jasa keuangan dana pensiun. Perusahaan dana pensiun juga mendapat perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala kepada OJK. Selain itu, pelaksanaan penilaian fit and proper test pihak utama dana pensiun dapat dilakukan secara video conference.

 

Kemudian dalam rangka perhitungan rasio pendanaan bagi dana pensiun dengan program pensiun manfaat pasti, aset yang berupa obligasi korporasi tercatat bursa efek, sukuk atau obligasi syariah tercatat di bursa efek, surat berharga negara (SBN) dan SBN syariah dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi sepanjang tidak dapat menyebabkan kualitas pendanaan dana pensiun menjadi lebih tinggi dari kualitas pendaan pada valuasi aktuaria sebelumnya.

 

Pelaksanaan ketentuan life cycle fund atau pengelolaan aset sesuai dengan kelompok usia peserta oleh dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti atas peserta ddana pensiun yang dua sampai lima tahun lagi memasuki usia pensiun dapat ditunda pelaksanaannya paling lama satu tahun.

 

Riswinandi menjelaskan penerapan kebijakan ini tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik. Dia juga menjelaskan kebijakan ini mulai berlaku pada Senin, 30 Maret.

 

Jangan Diskriminatif

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengingatkan agar fasilitas keuangan bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 tidak diskriminatif. Willy mengatakan hal itu di Jakarta, Senin, menanggapi pernyataan Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman yang mengatakan relaksasi kredit yang diumumkan Presiden Jokowi lebih diutamakan kepada masyarakat yang sudah dinyatakan sebagai pasien positif COVID-19.

 

Dalam arahan kebijakan yang disampaikan Presiden Jokowi, kata Willy, sama sekali tidak disebutkan pembedaan antara orang positif COVID-19 atau bukan. "Justru Presiden dengan tegas mengatakan bahwa arahan kebijakan stimulus ekonomi tersebut karena telah mendengar keluhan dari tukang ojek, sopir taksi, dan orang-orang yang memiliki kredit," kata Willy seperti dikutip dari Antara.

 

Anggota Komisi I DPR RI ini berpendapat bahwa pernyataan Fadjroel yang menyebutkan hanya kelompok masyarakat yang positif COVID-19 yang memperoleh stimulus perekonomian dari peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 mengaburkan informasi.

 

"Ini jubir Presiden bukan membantu menjelaskan pesan dari Presiden malah membangun kesimpulan sendiri dan mengaburkan informasi. Bahkan Peraturan OJK sendiri menyebutkan stimulus ekonomi ditujukan kepada debitur yang terkena dampak. Tidak ada yang dibedakan antara ODP, PDP atau masyarakat lainnya. Pernyataan Fadjroel keliru besar itu," kata Willy.

 

Dia menegaskan bahwa kebijakan stimulus yang dikeluarkan presiden sudah tepat untuk mempertahankan menyelamatkan ekonomi Indonesia, karena kebijakan yang disampaikan Presiden Jokowi dengan jelas menyasar semua kelompok ekonomi yang terkena dampak dari COVID-19.

 

Menurut dia, konsumsi dan produksi masyarakat harus dipertahankan dengan adanya stimulus ekonomi tersebut.

 

"Kebijakan Presiden sudah diterjemahkan dengan benar oleh OJK. Peraturan OJK memang memberi kewenangan kepada bank untuk menetapkan syarat berdasarkan analisis kualitas kredit, kualitas aset, ketepatan pembayaran, tapi tidak ada yang berdasarkan status ODP atau PDP. Itupun kalau bank membuat syarat tetap harus dilaporkan kepada OJK," tuturnya.

 

Willy menyangsikan apa yang disampaikan oleh Jubir Presiden itu dengan membedakan penerima stimulus berdasarkan OPD, PDP dengan masyarakat umum. Menurut dia, Fadjroel justru menambahkan ketentuan baru atas kebijakan Presiden dan peraturan OJK yang telah resmi.

 

"Kalau frase ODP dan PDP tidak ada di dalam peraturan OJK dan kebijakan umum dari Presiden. Ini berarti jubir menginterpretasi mandiri dan mengeluarkan kebijakan sendiri. Jubir 'offside' kalau begitu. Ini bisa mengacaukan penerimaan oleh bank yang dengan sukarela atas kesadarannya untuk membantu pemerintah dalam penanganan COVID-19," ujarnya.

 

Willy berharap permasalahan kriteria penerima stimulus kredit ini selesai dengan kembali pada definisi yang tegas ada di peraturan OJK. Perbankan dan lembaga keuangan nonbank bisa segera menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada agar masyarakat juga bisa segera menikmati dampak kebijakan dari pemerintah ini.

 

"Polemik PDP, ODP penerima stimulus ini saya harap berhenti di sini. Kembali saja pada peraturan OJK agar bank dan lembaga nonbank bisa segera melaporkan penerapannya dan masyarakat bisa segera menikmati dampaknya," ucapnya. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait