Memahami Larangan Klausula Eksonerasi dalam Hubungan Konsumen-Pelaku Usaha
Terbaru

Memahami Larangan Klausula Eksonerasi dalam Hubungan Konsumen-Pelaku Usaha

UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha membuat atau mencantumkan klausula baku dengan eksonerasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Sementara itu, Rijken menyatakan klausul eksonerasi adalah klausul yang tercantum dalam sebuah hubungan kontraktual dengan upaya menghindarkan diri dalam pemenuhan suatu kewajiban dalam bentuk penggantian kerugian, baik seluruh atau sebagian karena pengingkaran terhadap perjanjian.

Ketentuan mengenai larangan pembuatan atau pencantuman klalusula baku dengan eksonerasi telah tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Larangan tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

  1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
  2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; dst.

Jika pelaku usaha telah menetapkan klausula baku yang dilarang tersebut pada dokumen atau perjanjian maka konsekuensi hukumnya, klausula baku dinyatakan batal demi hukum. Selain itu, bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan larangan klausula baku diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Namun, perlu juga menilik aturan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan pembatasan tanggung jawab penanggung atau pelaku usaha khususnya pada sektor asuransi. Pasal 249, 276 dan 293 KUHD merupakan bentuk pembatasan tanggung jawab pelaku usaha.

Pasal 249 menyatakan, Untuk kerusakan atau kerugian yang timbul dari sesuatu cacad, kebusukan sendiri, atau yang langsung ditimbulkan dari sifat dan macam barang yang dipertanggungkan sendiri, tak sekali-kali si penanggung bertanggung-jawab, kecuali apabila dengan tegas telah diadakan pertanggungan juga untuk itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait