Membedah Arah Uji Materiil UU Jabatan Notaris
Kolom

Membedah Arah Uji Materiil UU Jabatan Notaris

Meluruskan penerapan asas equality before the law dan impunitas pada tempatnya.

Bacaan 2 Menit

Nah putusan No.72/PUU-XII/2014, objek ujinya adalah Pasal 66 ayat (1), (3) dan (4) UU No.2/2014 dengan batu ujinya Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Sedangkan dalam putusan No.22/PUU-XVII/2019, objek ujinya adalah Pasal 24 UU Kekuasaan Kehakiman, Pasal 66 ayat (1) dan (4), Pasal 75 huruf a dan Pasal 79 UU No.2/2014.

Nebis in idem

Kendatipun terdapat dua putusan yang ditolak MK, PJI pun percaya diri menguji pasal serupa.  Pasalnya PJI merasa memiliki legal standing yang berbeda  dibanding dua pemohon sebelumnya. Sebab PJI merupakan kumpulan para jaksa selaku penuntut umum. Karena itulah jaksa, sebagai penuntut umum masuk dalam subjek rumusan  Pasal 66  ayat (1).

Selain itu, memiliki kerugian nyata. Yakni berpotensi terhentinya pemeriksaan terhadap notaris, lantaran mendapatkan penolakan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Objek uji dari permohonan PJI ini adalah hanya Pasal 66 ayat (1) UU No.2/2014 dan batu ujinya adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka sudah tentu permohonan PJI  tdak dapat dikategorikan sebagai nebis in idem.

Hukumonline.com

Equality before the law

Prinsip persamaan di depan hukum alias equality before the law  berlaku bagi setiap warga negara. Begitu pula persamaan di depan pemerintahan pun berlaku hal yang sama. Tak terkecuali penegak hukum, profesi dalam penegakan hukum, maupun  yang bergerak di bidang jasa pelayanan hukum. Pengaturan persamaan setiap warga negara diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Namun bagi PJI, profesi notaris memiliki perlakuan yang berbeda. Walhasil, ketika keterangan seorang notaris diperlukan dalam proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum, maupun hakim mesti mengantongi persetujuan dari MKN. Dalam memproses perijinan agar notaris dapat dimintai keterangannya oleh penyidik, penuntut umum dan hakim diatur melalui ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU  2/2014.

Dalam Pasal 66 ayat (1)  berlaku frasa  ‘dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris’. Dengan begitu, sama halnya menjadikan notaris sebagai subjek khusus yang kedudukannya menjadi superior dalam hukum. Nah hal tersebut dipandang bertentangan dengan prinsip ‘independensi dalam proses peradilan.

Semestinya, seorang notaris sebagai warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) dan pemerintahan (equal protection) sebagaimana dijamin  UUD 1945. Sebenarnya UU 2/2014 telah memberikan jalan tengah dengan pengaturan Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4). Tujuannya,  untuk menghindarkan adanya hambatan proses pidana oleh MKN. Sejatinya adanya persetujuan MKN tidak bertujuan untuk mempersulit proses penegakan hukum.

Tags:

Berita Terkait