Tak kalah penting, sebelum dibuat peraturan pelaksana dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan menteri kesehatan, perlu dilakukan riset atau penelitian tanaman ganja bagi keperluan pelayanan medis. “Jadi di situ kita buka ruangnya sedikit, tetapi bukan ruang bebas. Karena itu diperlukan peraturan pelaksana,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari berpendapat, terhadap putusan MK No.106/PUU-XVIII/2020 memiliki sejumlah catatan. Pertama, kebijakan narkotika dalam hal narkotika bagi kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau terapi, MK mengembalikan kewenangan kepada pembentuk UU alias open legal policy. Kedua, dalam pertimbangan Mahkamah meminta agar pemerintah menindaklanjuti putusan MK No.106/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan kajian, penelitian terhadap jenis narkotika golongan I tanaman ganja bagi keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi.
Hasil kajian dan penelitian nantinya dapat digunakan dalam menentukan kebijakan negara terhadap narkotika. Termasuk memungkinnya perubahan terhadap Pasal 8 ayat (1) untuk mengakomodir kebutuhan sebagaimana yang dimohonkan uji materi di MK. “Berdasarkan kedua hal itu, saya berpandangan Pemerintah dan DPR wajib menindaklanjuti pertimbangan putusan MK itu dengan menjadikan materi pemanfaatan ganja sebagai layanaan kesehatan atau terapi masuk dalam pembahasan revisi UU Narkotika yang sedang berlangsung,” ujar politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu.
Ketiga, persoalan yang dihadapi para pemohon uji materi di MK, seperti Ibu Santi dan Dwi Pertiwi serta peristiwa yang pernah dialami Fidelis beberapa tahun lalu terkait penggunaan ganja untuk kebutuhan terapi yang mungkin dialami orang lain merupakan masalah kemanusiaan yang perlu dicari solusi dan jalan keluarnya.
“Oleh karena itu langkah segera pasca Putusan MK ini harus dilakukan dengan tetap berpikiran terbuka dan berpedoman pada perkembangan ilmu pengetahuan,” pintanya.
Sebelumnya, upaya sejumlah warga negara dan lembaga untuk melegalkan ganja untuk kepentingan pengobatan/medis akhirnya kandas di tangan palu hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, secara bulat MK menolak pengujian Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menempatkan ganja termasuk dalam narkotika Golongan I yang penggunaannya dapat terkena sanksi pidana.
“Menyatakan permohonan Pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 106/PUU-XVIII/2020, Rabu (20/7/2022).