Membuka ‘Simpul' Keterlibatan Nama Besar dalam Kasus e-KTP
Berita

Membuka ‘Simpul' Keterlibatan Nama Besar dalam Kasus e-KTP

Saksi mendengar informasi soal jatah fee tujuh persen untuk Setya Novanto.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto bersama mantan Anggota DPR lainnya bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4).
Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto bersama mantan Anggota DPR lainnya bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4).
Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya bersama mantan anak buahnya, Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, dan Ketua Tim Pengadaan e-KTP Drajat Wisnu Setyawan bersaksisidang perkara korupsiproyek KTP elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/4).

Johanes dan Bobby merupakan bagian dari Tim Fatmawati yang mempersiapkan pemenangan proyek e-KTP. Johanes juga merupakan salah seorang peserta dalam pertemuan di Hotel Sultan yang menjadi mula pertemuan di Ruko Fatmawati milik pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Baca Juga: Dua Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Mengaku Tak Kenal Andi Narogong

Keterangan Johanes, Bobby, dan Drajat bak membuka simpul untuk mengungkap “aktor” di balik korupsi proyek e-KTP. Dari keterangan ketiganya, muncul kembali nama-nama besar, seperti Setya Novanto (mantan Ketua Fraksi Golkar yang kini menjabat Ketua DPR), Ade Komarudin (mantan Sekretaris Fraksi Golkar yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR) dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Dalam kesaksiaannya, Johanes mengatakandirinya dan Irman telah mengenal sebelum proyek e-KTP. Sebab, PT Java Trade Utama pernah mengerjakan proyek Sistem Informasi Administrasi Kependudukan(SIAK) di Kemendagri Tahun Anggaran(TA)2009. Suatu ketika Johanes menghadap Irman di kantor Kemendagri.

Johanes diajak Irman untuk bertemu di Hotel Sultan. Lantas, terjadi pertemuan di Hotel Sultan sekira Mei-Juni 2010. Saat pertemuan, Johanes diperkenalkan Irman dengan Andi Narogong. Kala itu, menurut Johanes, Irman menyampaikan bahwa Andi Narogong adalah pengusaha yang akan melaksanakan proyek e-KTP.

“Pak Irman menyampaikan ke kami, bisa nggak seperti Pak Andi, pengusaha yang bisa menjalankan e-KTP. Istilahnya mengoordinir, bisa membantu meng-goal-kan di DPR. Lobi, lobi, seperti lobi di DPR. Saya bilang tidak bisa. (Apa Andi benar melobi DPR?) Saya tidak tahu pasti. Tapi Pak Irman sampaikan seperti itu, dan terbukti dananya e-KTP keluar,disetujui,sehingga e-KTP bisa jalan,” katanya.

Setelah pembicaraan di Hotel Sultan, pertemuan Andi dan Johanes berlanjut ke Ruko Fatmawati. Johanes mengatakan, pertemuan di Ruko Fatmawati tentu sudah atas persetujuan Irman. Ada sekitar 20 orang yang hadir dalam pertemuan, termasuk konsorsium dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Ketika berkumpul, Andi menyampaikan bahwa Johanes adalah “orangnya” Irman. Tim Fatmawati pun sepakat menunjuk Johanes sebagai ketua tim pemenangan proyek e-KTP. Keberadaan Johanes bukan sebagai perwakilan PT Java Trade Utama, melainkan sebagai pribadi karena ia memutuskan mengundurkan diri sejak bergabung dalam Tim Fatmawati.

Sebagai ketua tim pemenangan proyek e-KTP, Johanes menyusun schedule, timeline, serta membagi-bagikan pekerjaan. Fokus utama tim adalah membuat spesifikasi teknis (spektek) dan Standard Operating Procedur (SOP) untuk mensinkronisasi barang-barang yang ada agar sesuai ketika mengikuti lelang e-KTP.

Walau begitu, Johanes menegaskan, sedari awal Irman memang mengusulkan supaya pemenang proyek e-KTP berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang dimaksud adalah Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Ada alasan mengapa Irman mengusulkan BUMN sebagai pemenang.

“Pak Irman menyampaikan ke saya, lebih baik BUMN yang dimenangkan,karena BUMN itu mudah diatur dan uang kembali ke negara. Diputuskan, kan waktu (proyek) uji petik (e-KTP) itu kan ada salah satu (BUMN), PNRI ikut uji petik. Akhirnya, PNRI diajak, dipersiapkan untuk dimenangkan,” ujarnya.

Kemudian, sambung Johanes, Andi meminta agar dipersiapkan tiga konsorsium untuk mengikuti pengadaan e-KTP. Johanes mulanya tidak sepakat dan meminta tiga konsorsium digabungkan supaya kuat. Namun, tetap dibentuk tiga konsorsium, yaitu Konsorsium PNRI, Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi Sejahtera.

Konsorsium PNRI terdiri dari Perum PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, PT Sandipala Artha Putra. Konsorsium Astragraphia terdiri dari PT Astra Graphia IT, PT Sumber Cakung, PT Trisakti Mustika Graphika, PT Kwarsa Hexagonal. Sementara, Konsorsium Murakabi Sejahtera terdiri dari PT Murakabi, PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia, dan PT Stacopa.

Dalam perjalanan, Johanes mundur dari Tim Fatmawati karena tidak cocok dengan Irman dan vendor yang membawa produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1. Namun, ia tetap diminta Andi mengawasi sampai selesai meski tidak lagi in charge. Sampai akhirnya, Konsorsium PNRI ditetapkan sebagai pemenang proyek e-KTP.

“Pengawalan” terhadap tiga konsorsium ini diperintahkan pula para terdakwa kepada Ketua Panitia Pengadaan e-KTP Drajat Wisnu Setyawan. Drajat yang bersaksi bersamaan dengan Johanes mengatakan, pengawalan dilakukan, antara lain dengan melakukan pertemuan di rumah Andi Narogong di Perumahan Kemang Pratama, Bekasi.

Dalam pertemuan, Drajat bersama Ketua Tim Teknis dari BPPT, Husni Fahmi mengingatkan kembali supaya persyaratan-persyaratan lelang tidak ada yang tertinggal dan terpenuhi semua sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) maupun spektek yang telah ditetapkan panita. “Yang itu tidak kami lakukan terhadap peserta lain,” imbuhnya.

Drajat juga tetap melanjutkan pengadaan dengan menyatukan sembilan pekerjaan ke dalam satu paket, yang semula direkomendasikan dipecah oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sesuai keputusan Irman dan Sugiharto. Ia pun mengetahui jika jumlah barang yang diterima panitia belum 100 persen. Akan tetapi, pada intinya, Drajat menegaskan dirinya hanya menjalankan apa yang diperintahkan kedua terdakwa.

Selesai proyek e-KTP, Drajat menerima uang AS$40 ribu dari Sugiharto. Menurutnya, uang tersebut sudah dikembalikan ke KPK. Selain itu, Drajat penah memberikan uang yang berasal dari Sugiharto dan dana operasional dalam DIPA, kepada sejumlah tim, seperti auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menanggapi kesaksian Johanes, Irman membantah beberapa hal. Salah satunya mengenai dirinya yang disebut memerintahkan Johanes mewakilinya di pertemuan Ruko Fatmawati. Sebab, saat pembicaraan di Hotel Sultan tidak ada pembahasan mengenai pertemuan di Fatmawati.

Atas bantahan Irman, Johanes tetap pada keterangannya. Johanes menegaskan, tidak mungkin ia bisa masuk dalam pertemuan itu jika tanpa persetujuan Irman. Baca Juga: Kalangan Parlemen Akui Proyek e-KTP Sedari Awal Sarat Masalah

Setya Novanto, Gamawan, dan Ade Komarudin
Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjayasempat mengungkap adanya informasi mengenai jatah fee proyek e-KTP untuk Setya Novanto. Bahkan, setelah kesaksiannya di persidangan, Johanes langsung diboyong petugas ke kantor KPK karena keterangannya dibutuhkan untuk penyidikan tersangka Andi Narogong.

Dalam persidangan, Johanes mengatakan, jauh sebelum itu, Winata Cahyadi (Direktur Utama PT Karsa Wira Utama) pernah menyampaikan kepada dirinya mengenai total biaya “operasional” yang dibutuhkan untuk proyek e-KTP. Total biaya operasional yang dibutuhkan sekitar Rp200 miliar

Dalam kesempatan lain, Johanes mendengar kakak Andi Narogong, Dedi Priyono menelepon seorang Direktur di Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mengajukan pinjaman sebesar Rp200 miliar. Namun, ia tidak mengetahui apakah pengajuan pinjaman Rp200 miliar oleh Dedi Priyono berkaitan dengan penyampaian Winata.

Untuk diketahui, Winata pernah memenangkan proyek uji petik e-KTP di Kemendagri. Winata bersama Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) merupakan salah satu peserta lelang proyek e-KTP di Kemendagri tahun 2011. Sebelum memasukan penawaran, konsorsiumnya digugurkan panitia pengadaan.

Berdasarkan kesaksian Winata dalam sidang sebelumnya, Winata pernah dipertemukan Irman dan Sugiharto dengan Andi Narogong di Hotel Crowne. Andi mengajak Winata bergabung dan membicarakan duit untuk melobi anggota DPR. Keberatan dengan rencana Andi, Winata urung bergabung.

Selain mendengar soal biaya operasional Rp200 miliar, Johanes pernah mendapat informasi dari anak buahnya, Bobby mengenai jatah tujuh persen untuk Setya Novanto dari proyek e-KTP. “SN pak. Yang kami terima (informasi) bukan Grup SN, (tapi) SN. SN itu ya mau nggak mau Setya Novanto,” tuturnya.

Bobby membenarkan jika dirinya pernah diberi tahu Irvan Hendra Pambudi Cahyo mengenai fee tujuh persen untuk “Senayan”. Irvan disebut-sebut sebagai keponakan Setya Novanto. Irvan adalah Direktur PT Mukarabi Sejahtera, salah satu konsorsium yang dipersiapkan Andi Narogong sebagai peserta lelang proyek e-KTP.

Tak hanya Setya Novanto, nama Gamawan Fauzi juga sempat disebut oleh Bobby saat menjelaskan peran adik Gamawan. Bobby menerangkan, ia mengenal adik Gamawan yang bernama Hendra. Kala itu, Hendra menyampaikan kepada Bobby agar mengikuti si “rambut putih”. Rambut putih dimaksud adalah Paulus Tannos.

Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra. Bobby pernah mendengar dari Johanes, Paulus Tannos merupakan “orangnya” menteri. Kemudian, Bobby pernah bertemu dua orang adik Gamawan yang lain, Dadang dan Azmin Aulia. Bobby mengaku Dadang tidak pernah mau membicarakan soal e-KTP.

Hal ini dibenarkan pula oleh Johanes. Ia menyatakan, Dadang dan Hendra sudah seperti satu tim, karena kemana-mana selalu berdua. Ia juga pernah bertemu Azmin Aulia saat berada di kantor Hendra dan Dadang. Mengenai Paulus, Johanes mengungkapkan, Paulus memang mengaku dekat dengan Gamawan. Baca Juga: ‘Tercium’ Persekongkolan Proyek e-KTP di DPR, Siapa Andi Narogong

Sebagaimana dakwaan, Paulus beberapa kali menggelontorkan uang atas permintaan Sugiharto. Uang-uang itu, antara lain digunakan untuk tunjangan hari raya dan pembayaran jasa advokat Hotma Sitompoel ketika Irman dan Sugiharto menghadapi laporan di Polda Metro Jaya. Sementara, peran Azmin Aulia dalam dakwaan disebut sebagai perantara penerima uang AS$2,5 juta dari Andi Narogong untuk Gamawan.

Satu nama lainnya yang sempat disebut adalah Ade Komarudin. Berdasarkan kesaksian Drajat, ia pernah diminta Irman mengantarkan bungkusan ke rumah dinas DPR. Ia hanya diberi alamat, tanpa mengetahui apa isi bungkusan dan apa jabatan si penerima. Bungkusan yang belakangan diketahui berisi uang itu diterima oleh istri Ade Komarudin. Terkait uang ini, Ade Komarudin yang sebelumnya bersaksi dalam persidangan Irman dan Sugiharto telah membantah.

Dalam perkara ini, Irman dan Sugiharto didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penganggaran dan pelaksanaan pengadaan proyek e-KTP bersama-sama Setya Novanto, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini, Drajat Wisnu Setyawan, Isnu Edhi Wijaya (Ketua Konsorsium PNRI), dan Andi Narogong.

Ketika itu, Irman yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sedangkan Sugiharto yang menjabat Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP.

Dalam memuluskan pemenangan sejumlah konsorsium dalam lelang proyek e-KTP, sejumlah pertemuan dilakukan di ruko milikAndi Narogong yangberalamat di Graha Mas Fatmawati  Blok B No.33-35, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, hadir Tim dari PT Java Trade Utama, tim dari Andi Narogong, PNRI, PT Astra Graphia IT, PT Mukarabi Sejahtera (Irvan), BPPT, PT Sandipala Artha Putra (Paulus Tannos), serta beberapa vendor atau penyedia barang.

Beberapa vendor itu, diantaranya Johannes Marliem selaku penyedia produk AFIS merk L-1, Berman Jandry S Hutasoit selaku Business  Development Manager PT Hewlett Packard  (HP)  Indonesia yang merupakan penyedia  Hardware  merek HP,Tunggul Baskorodan Toni Wijaya,masing-masing mewakili PT Oracle Indonesia yang  merupakan penyedia software merek Oracle,serta Jack Gijrathselaku penyedia produk Semi KonduktorMerk NXP Singapura.Orang-orang yang mengikuti pertemuan di ruko Fatmawati selanjutnya disebut Tim Fatmawati.

Perbuatan Irman dan Sugiharto bersama-sama sejumlah pihak itu dinilai telah memperkaya para terdakwa, Gamawan, Diah, sejumlah anggota DPR Gamawan Fauzi, Diah, Drajat beserta 6 orang anggota Panitia Pengadaan, Husni Fahmi beserta 5 orang anggota Tim Teknis, Johannes Marliem, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, dan Tamsil Linrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna H Laoly, dan 37 anggota Komisi II DPR lainnya.

Selain itu, memperkaya pula sejumlah korporasi pemenang tender e-KTP, yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT LEN Industi, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra, PT Sucofindo, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI. Akibat penyimpangan dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek senilai Rp5,9 triliun ini, kerugian keuangan negara mencapai Rp2,314 triliun.
Tags:

Berita Terkait