Mempertanyakan Gagasan Debt Collector Bersertifikat
Terbaru

Mempertanyakan Gagasan Debt Collector Bersertifikat

Dalam POJK 35/POJK.05/2018 mengatur kerja sama dengan pihak ketiga yang antara lain memiliki memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu meminta pejabat OJK agar tidak sembarangan mengeluarkan pernyataan ke publik. Dia khawatir pernyataan OJK malah dianggap sebagai hal yang legal bagi debt collector. Sebab, mengantongi sertifikat bukan berarti boleh sembarangan menyita barang debitur dalam melakukan penagihan. Tata cara penyitaan sudah ada aturannya sendiri. “Dan itu hanya dilakukan penyidik (Polri, red) yang boleh melakukan penyitaan,” ujarnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Riswinandi Idris mengatakan keharusan debt collector membawa dokumen resmi saat melakukan penagihan cicilan kepada debitur menjadi upaya agar citra industri pembiayaan menjadi lebih baik. Sejumlah dokumen yang mesti dibawa antara lain kartu identitas, sertifikat profesi, surat tugas, dan bukti jaminan fidusia.

“Dalam pelaksanaan penagihan kendaraan, perusahaan harus memastikan bahwa petugas penagih telah dibekali beberapa dokumen,” ujarnya dalam webinar sebagaimana dikutip dari Antara.

Pengaturan kerja sama perusahaan pembiayaan dengan pihak ketiga diatur dalam Pasal 48 ayat (1) POJK 35/POJK.05/2018 yang menyebutkan, Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kepada Debitur”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Perusahaan Pembiayaan wajib menuangkan kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk perjanjian tertulis bermeterai”.

Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. pihak lain tersebut berbentuk badan hukum; b. pihak lain tersebut memiliki izin dari instansi berwenang; dan c. pihak lain tersebut memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan”.

Menurutnya, dokumen tersebut harus dibawa saat melakukan penagihan ke pihak debitur sebagai bagian dalam memperkuat aspek legalitas. Riswinandi tak menampik debt collector memiliki citra yang buruk di masyarakat. Masyarakat pun memandang sebelah mata profesi jasa penagihan tersebut. Sebab, kerapkali menggunakan cara-cara kekerasan verbal, bahkan fisik.

Kendatipun kerja sama dengan pihak ketiga dalam melakukan penagihan diatur dalam POJK 35/POJK.05/2018, namun perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur harus mengevaluasi atas kebijakan dan prosedur penagihan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Bahkan perusahaan pembiayaan pun diperbolehkan memberikan sanksi terhadap pihak ketiga yang terbukti melakukan pelanggaran aturan.

Riswinandi yang juga merangkap sebagai anggota Dewan Komisioner OJK itu mengimbau debt collector menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan risiko hukum saat proses penarikan. Antara lain menggunakan ancaman, tindakan yang bersifat memalukan, dan penggunaan tekanan secara fisik dan verbal. “Jika hal tersebut dilakukan tentu ada potensi hukum pidana maupun sosial dan stigma negatif dari masyarakat terhadap industri dan pembiayaan khususnya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait