Menakar Akuntabilitas Penahanan
Kolom

Menakar Akuntabilitas Penahanan

Meski di Indonesia juga sudah mengenal model penangguhan penahanan dengan jaminan atau pengalihan tahanan, akan tetapi akuntabilitas model tersebut masih sulit untuk dapat ditakar dengan kepastian hukum.

Bacaan 6 Menit

Arus utama mekanisme penahanan sendiri dengan merujuk kepada ICPPR senantiasa mengarah pada uji akuntabilitas. Penahanan sebagai bentuk tindakan untuk memastikan berjalannya proses peradilan dan bukan bentuk dari pemidanaan membuat di banyak negara mekanismenya lebih luwes dibanding di Indonesia. Ketika seorang tersangka dikenakan penahanan, maka dalam jangka waktu tertentu yang bersangkutan akan dibawa ke muka hakim. Kemudian Hakim akan menguji apakah penahanannya perlu ditangguhkan dengan syarat jaminan tertentu atau tetap ditahan jika proses penanganan perkaranya memang membutuhkan demikian.

Sebagai contoh di Thailand, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tertentu, maka hakim akan memberikan dua pilihan baginya. Pertama, jika tidak menghendaki ditahan, tersangka dapat membayar jaminan dengan ketentuan jaminan yang transparan. Kedua, jika tidak memiliki cukup dana untuk membayar jaminan, maka tersangka tetap dapat tidak ditahan tetapi dengan diberi gelang elektronik yang membatasi pergerakannya hanya dalam wilayah tertentu sesuai dengan yang ditetapkan hakim. Gelang tersebut tidak berfungsi untuk mengancam keselamatan nyawa dari yang menggunakannya tetapi hanya untuk membatasi pergerakannya dan untuk itu ada pusat kontrol yang dikendalikan dari pengadilan yang menetapkan. Penahanan tanpa syarat hanya dikenakan kepada tersangka dengan kejahatan tertentu seperti pembunuhan, perkosaan dan tindak pidana lain yang benar-benar membahayakan masyarakat secara nyata.

Model yang demikian dapat jadi sebuah wacana alternatif untuk mekanisme penahanan yang terbebas dari boncengan kepentingan yang tidak sah. Meski di Indonesia juga sudah mengenal model penangguhan penahanan dengan jaminan atau pengalihan tahanan, akan tetapi akuntabilitas model tersebut masih sulit untuk dapat ditakar dengan kepastian hukum.

*)Wahyu Sudrajat, Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung & Pengajar Praktik Peradilan pada FH UII, Yogyakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait