Menanti Putusan Manis Sengketa Pabrik Gula
Utama

Menanti Putusan Manis Sengketa Pabrik Gula

Selangkah lagi PN Gunung Sugih memutus perkara Sugar Group Companies. Semua saksi telah dihardirkan, termasuk para saksi ahli. Perkara ini telah melebar menjadi kasus pelanggaran MSAA.

Sut/Kml
Bacaan 2 Menit

 

Kronologi perkara:

April 1996: Sugar Group Companies (SGC) mulai berhutang kepada Marubeni. Sejak saat itu mereka aktif berhubungan.

Mei-Juni 1998: BLBI dikucurkan kepada Bank BCA dimana Salim adalah pemegang saham pengontrol

21 September 1998: Penandatanganan MSAA Salim dan Pemerintah, dengan closing date SGC tahun 2000

11 November 1998-29 Agustus 2001: SGC memperbaharui perjanjian dengan Marubeni, termasuk membebankan jaminan antara lain fidusia dan hak tanggungan terhadap aset SGC.

2001: Closing date penyerahan SGC

29 November 2001: GPA membeli saham SGC dari BPPN melalui lelang SGC seharga Rp1,161 triliun, lewat penandatangan Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement. Kemudian dibuat dua perjanjian tambahan pada Desember 2001, dan Januari 2002

4 Mei 2002: Tercipta perdamaian lewat Settlement Agreement setelah GPA sebelumnya sempat mengajukan klaim atas perjanjian pembelian saham ke Arbiter di Singapura

11 Maret 2004: Grup Salim mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) dari pemerintah

23 Agustus 2006: Marubeni menagih ke piutang ke dua anak perusahaan SGC

19 Oktober 2006: GPA melayangkan gugatan terhadap 53 pihak di PN Gunung Sugih dan 48 pihak di PN Kota Bumi

Dihimpun dari berbagai sumber

 

Dalam perjanjian yang konon diatur oleh International Monetary Fund (IMF) itu, Grup Salim terpaksa menyerahkan 108 aset yang dimilikinya kepada pemerintah. Ke-108 aset itu kabarnya melebihi total utang Grup Salim kepada pemerintah Indonesia. Diantara 108 aset itu, di dalamnya termasuk SGC, yang saat ini sedang bersengketa.

 

SGC akhirnya dilelang oleh pemerintah melalui BPPN pada 24 Agustus 2001. Lelang pabrik gula itu akhirnya dimenangkan oleh GPA yang menjadi afiliasi dari konsorsium Trimanunggal dan Yanatera Bulog. GPA, milik taipan Gunawan Yusuf, membeli SGC dengan nilai penawaran sebesar Rp 1,161 triliun. Kontrak jual beli antara GPA dengan Holdiko dilakukan pada 29 Nopember 2001.

 

Dari informasi yang diiperoleh Hukumonline, sebenarnya saat akan dilelang, aset SGC mencapai Rp 2,7 triliun. Hanya saja, perusahaan itu punya utang Rp 1,4 triliun di beberapa krediturnya. Persoalannya, waktu itu BPPN tidak bisa melakukan free and clear terhadap utang SGC. Makanya, BPPN mengobral harga pabrik pabrik gula itu dengan nilai Rp 1,3 triliun. Lalu sisanya? Ya ditanggung oleh pembeli, cetus Perry.

 

Selanjutnya, pada 12 Desember 2001, antara Holdiko, BPPN, dan GPA, menandatangani kontrak tambahan. Intinya, BPPN akan melakukan upaya terbaik sebagai fasilitator dalam proses pengurusan pengalihan lahan dari aset-aset yang dijual kepada GPA. 

 

BPPN juga menegaskan jika pihak GPA merasa keberatan dengan kondisi aset yang ditawarkan oleh BPPN, GPA diberikan hak untuk mundur dari transaksi sampai batas waktu 28 Pebruari 2002. Nyatanya, meski GPA telah melakukan uji tuntas keuangan dan hukum serta kunjungan lokasi, mereka tetap tidak menggunakan hak mundurnya sampai batas waktu tersebut berakhir.

 

Permasalahan kemudian timbul. Setelah Gunawan Yusuf membeli aset-aset itu, ternyata sejak 1999, kata Hotman, Soedono Salim telah menjaminkan harta kekayaannya tersebut kepada Marubeni.

Halaman Selanjutnya:
Tags: