Mendorong Percepatan Nasib RUU Perampasan Aset
Utama

Mendorong Percepatan Nasib RUU Perampasan Aset

Proses legislasi di bawah bayang-bayang elit politik. Anggota DPR harus bekerja pada kepentingan publik bukan elit politik meskipun pintu masuknya dari partai politik.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

“Kita lihat ada gelagat (pemerintah) enggak suka. Seperti penegakan hukum OTT dan pemidanaan badan. Namun kita tidak lihat tawaran dari pemerintah, kalau tidak mau heavy di pemidaaan badan, tentu harus optimalisasi dari perampasan aset sehingga RUU ini harus dibicarakan dan disahkan,” katanya.

Bagi Lola, pemulihan keuangan negara dalam pemberantasan korupsi masih belum memadai. Lola menyampaikan sepanjang 2021, dari sekitar 1.300 terdakwa hanya 12 orang yang diputus dengan UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kondisi tersebut mengindikasikan minimnya pemulihan uang negara dari hasil kejahatan korupsi.

Dia juga meminta Presiden Joko Widodo segera menyurati DPR untuk segera membahas RUU Perampasan Aset. Kemudian, proses pembahasan RUU tersebut harus dilakukan secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik. Maklum, nasib RUU Perampasan Aset memang berjalan di tempat tanpa ada kemajuan di parlemen.

Tunggu naskah akademik

Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi, menegaskan pihaknya membantah tidak serius membahas RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. Justru, tegasnya, DPR dalam posisi menunggu Surat Presiden (Surpres) serta draf naskah akademik RUU Perampasan Aset dari pemerintah.

Diketahui, RUU ini masuk ke dalam daftar panjang (long-list) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2019-2024. RUU tersebut tercatat menjadi RUU usulan pemerintah. Menurutnya menjadi keharusan DPR agar menanyakan keseriusan pemerintah atas tindak lanjut RUU Perampasan Aset.

“Kalau begini yang menjadi bahan sasaran itu DPR. Seolah-olah DPR tidak mau membahas RUU Perampasan Aset, padahal RUU Perampasan Aset itu juga masuk Prolegnas Prioritas 2023 dan menjadi usul inisiatif Pemerintah,” ujar dikutip dari laman DPR.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mendorong pemerintah agar segera mengirimkan Surpres, draf RUU, dan Naskah Akademik RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Dia pun mempersilakan pemerintah menyurati pimpinan DPR.  Nantinya, DPR bakal  menindaklanjutinya dengan membentuk panitia khusus (Pansus) atau menyerahkan ke komisi terkait untuk membahasnya maupun fraksi-fraksi partai menyiapkan daftar inventrisasi masalah (DIM).

“Selama pemerintah selaku pengusul inisiatifnya tidak mengirimkan naskah RUU-nya kita tidak bisa melakukan langkah-langkah lebih lanjut,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III, Kamis (30/3/2023) lalu, Menkopolhukam Mahfud MD meminta para anggota Komisi III agar menindaklanjuti nasib RUU Perampasan Aset dalam rapat membahas trasaksi janggal di Kemenkeu sebesar Rp349 triliun. Permohonan khusus itu ialah terkait persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Ia bahkan menyampaikan langsung permohonan itu kepada Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.

“Saya ingin usulkan gini, sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul, Pak, RUU Perampasan Aset, tolong didukung biar kami bisa mengambil begini-begininya, Pak, tolong juga pembatasan uang kartal didukung,” pinta Mahfud.

Tags:

Berita Terkait