Mendorong Percepatan Pembahasan RUU Hukum Perdata Internasional
Terbaru

Mendorong Percepatan Pembahasan RUU Hukum Perdata Internasional

Sebab, belakangan terakhir terdapat banyak kasus keperdataan internasional di era digitalisasi yang tak lagi mengenal batas-batasnya, tapi penyelesaiannya seadanya dan tak memuaskan para pihak.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah menyodorkan usulan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Perdata Internasional (HPI) dapat masuk dalam daftar Program Legislasi (Prolegnas) Prioritas 2022 perubahan dan Prioritas 2023. Tapi sayangnya, DPR belum memberikan persetujuan. Meski begitu, masih ada harapan masuk dalam evaluasi prolegnas prioritas di tengah tahun berjalan. Untuk itu, perlu mendorong adanya percepatan pembahasan RUU HPI yang menjadi kebutuhan dalam merespon berbagai dinamika perkembangan hukum keperdataan lintas negara.

Guru Besar Hukum Perdata Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Prof Zulfa Djoko Basuki mengatakan Indonesia berkewajiban memiliki pengaturan hukum perdata internasional. Dia beralasan belakangan terakhir terdapat banyak kasus keperdataan internasional, tapi penyelesaiannya seadanya dan tak memuaskan para pihak.

“Jadi bagaimana caranya, kalau bisa melaui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar (perumusan RUU HPI, red) bisa dipercepat,” ujar Prof Zulfa Djoko Basuki dalam diskusi secara hybrid bertajuk “Sosialisasi Rancangan Hukum Perdata Internasional: Perkembangan dan Dampaknya bagi Hukum Indonesia” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/10/2022) kemarin.

Menurutnya, RUU HPI kali pertama digagas dan disusun oleh mendiang Prof Sudargo Gautama sejak 1983. Dalam perjalannya setelah disusun Prof Sudargo Gautama, seolah timbul tenggelam. Namun, di era 1997-1998, RUU tersebut disempurnakan. RUU HPI tenggelam akibat pergolakan politik di era awal reformasi. Tapi kini, pemerintah melalui Kemenkumham telah menyusun ulang draf RUU HPI.

Baca Juga:

Baginya, RUU PHI dalam praktik hukum nasional amat diperlukan. Dia menyebut advokat yang memiliki klien menghadapi persoalan hukum lintas negara bakal mengalami kesulitan. Selain itu, tak banyak yang memahami hukum perdata internasional. Menjadi ironi ketika DPR pun menganggap tak penting keberadaan RUU HPI.

“Saya sudah hampir putus asa juga. Ini ketentuan nasionalnya tidak ada. Tapi ini (RUU HPI, red) menurut saya wajib harus kita punya,” ujar mantan asisten Prof Sudargo Gautama itu.

Tags:

Berita Terkait