Menelisik Penerapan Perampasan Aset dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
Terbaru

Menelisik Penerapan Perampasan Aset dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

RUU Perampasan Aset bila sudah disahkan menjadi UU dan menjadi payung hukum dalam dalam penegakan hukum terhadap kasus yang melibatkan dana besar. Seperti korupsi, narkotika, perdagangan manusia, kerusakan lingkungan bahkan perjudian.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim dalam bincang bertema RUU Perampasan Aset Bisa Rampas Aset, Koruptor, Bandar Narkoba sampai Penipu, Jumat (4/8/2023). Foto: Istimewa
Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim dalam bincang bertema RUU Perampasan Aset Bisa Rampas Aset, Koruptor, Bandar Narkoba sampai Penipu, Jumat (4/8/2023). Foto: Istimewa

Pemerintah menginginkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera disahkan DPR. Meskipun praktiknya belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah. Setidaknya, melalui RUU Perampasan Aset, negara nantinya dapat merampas aset-aset yang berasal dari tindak pidana dengan lebih mudah. RUU Perampasan Aset menganut konsep non-conviction based atau penerapan perampasan aset tanpa tuntutan pidana.

Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim, mengatakan penyusunan RUU Perampasan Aset sudah dimulai sejak 2008 dan mengalami berbagai pembahasan di internal pemerintah. Nah, dengan masuknya RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, diharapkan dapat segera dibahas dan disahkan menjadi UU.

Dengan demikian dapat menjadi payung hukum dan memudahkan dalam penegakan hukum terhadap kasus yang melibatkan dana besar. Seperti korupsi, narkotika, perdagangan manusia, kerusakan lingkungan bahkan perjudian. Fithriadi menilai, praktik penegakan hukum terhadap perkara-perkara tersebut mengalami kesulitan saat negara melakukan perampasan aset hasil tindak pidana.

“Saat ini, sistem yang ada selalu dikaitkan dengan pemidanaan, cari pelakunya dulu dengan tuntutan dakwaan orangnya lalu masukan juga tuntutan agar aset hasil tindak pidananya dirampas. Sistem itu ideal dan bagus tapi banyak kesempatan kesulitan memidanakan orangnya misalnya karena meninggal, kabur, lepas sehingga tidak bisa dituntut ketika mau dipidanakan walau kuat indikasinya,” ujarnya dalam bincang bertema “RUU Perampasan Aset Bisa Rampas Aset, Koruptor, Bandar Narkoba sampai Penipu” pada Jumat (4/8/2023) pekan kemarin.

Baca juga:

Fithriadi melanjutkan, saat RUU Perampasan Aset  sudah disahkan menjadi UU, maka negara dapat merampat aset yang diduga hasil tindak pidana tersebut tanpa perlu memidanakan pelaku berdasarkan keputusan pengadilan. Dia melihat berbagai praktik di banyak negara maju dengan merampas aset hasil tindak pidana tanpa pemidanaan alias non-convicted based.

“Artinya, ada aset hasil tindak pidana, aset yang merupakan alat sarana untuk lakukan tindak pidana dan tidak bisa dibuktikan secara sah maka negara bisa memperkarakannya ke pengadilan untuk menegaskan statusnya tersebut,” “ katanya.

Tags:

Berita Terkait