Menelisik RUU Penyadapan �Usulan DPR
Kolom

Menelisik RUU Penyadapan �Usulan DPR

​​​​​​​Dalam solusi teknis seharusnya diatur kewenangan penyidik dalam keadaan mendesak penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari Ketua Pengadilan Tinggi terlebih dahulu.

Bacaan 2 Menit

 

Dengan demikian dapat diartikan bahwa draf RUU Penyadapan ini sejalan dengan niat maksud Konstitusi dan Putusan MK. Yakni, dalam rangka mengatur segala tata cara tindakan penyadapan, mesti diatur melalui peraturan setingkat undang-undang. Namun,  konten yang termuat dalam RUU tersebut banyak yang perlu diperbaiki dan diarahkan agar sesuai dengan tujuan konstitusi.

 

Seperti pada bab ketentuan umum. Definisi penyadapan sebagaimana dirumuskan dalam draf RUU Pasal 1 ayat (1) Penyadapan adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, menghambat, mengubah, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik untuk memperoleh informasi yang dilakukan secara rahasia dalam rangka penegakan hukum”.

 

Semestinya, istilah “penyadapan” dialternatifkan dengan “intersepsi”. Setidaknya, agar pengertiannya dapat mencakup dengan definisi yang telah diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik  dan UU No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menggunakan  penyadapan atau intersepsi.

 

Oleh DPR ingin menggabungkan pengaturan penyadapan untuk kepentingan penegakan hukum dan keamanan nasional dalam satu peraturan maka seharusnya rumusan redaksional dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mencantumkan frasa ‘dalam rangka penegakan hukum’. Namun dalam penjelasannya, mesti  ditambahkan kalimat, “bahwa penyadapan atau intersepsi ini dapat dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum dan untuk kepentingan keamanan nasional”.

 

Dalam tindakan penyadapan untuk kepentingan keamanan nasional, RUU ini seharusnya mengacu kepada undang-undang yang telah mengatur tentang tindakan penyadapan oleh intelijen sebagaimana diatur dalam Pasal 31 dan 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Selain itu, mengingat tugas dan fungsi intelijen juga melekat pada lembaga Kejaksaan dan Kepolisian maka perlu menyinggung peran intelijen mereka dalam RUU ini.

 

Praktik tindakan penyadapan harus terkontrol sesuai porsinya, di mana penyadapan untuk kepentingan penegakan hukum dikontrol secara yuridis, administratif dan politis. Sedangkan untuk kepentingan keamanan nasional, memerlukan kontrol politis dan administratif.  Kontrol yuridis dilakukan oleh pengadilan. Yakni dalam bentuk pemberian izin pelaksanaan penyadapan.

 

Begitu pula dengan kontrol administratif berupa pelaporan pertanggungjawaban kegiatan dan audit dari pihak ketiga. Sedangkan kontrol politis yakni berupa laporan tahunan tentang penyadapan yang telah dilakukan. Laporan tersebut diberikan ke Presiden dan DPR atas penggunaan dana masyarakat yang digunakan untuk kegiatan penyadapan.

Tags: