Mengantisipasi Potensi Kecurangan Pemilu Serentak 2024
Terbaru

Mengantisipasi Potensi Kecurangan Pemilu Serentak 2024

Penyelenggara pemilu telah menyiapkan segala sesuatunya. Mulai keakuratan data pemilih, hingga memitigasi dan membuat strategi dalam penguatan sistem pengawasan pelaksanaan pemilu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Suasana rapat kerja antara DPD dengan penyelenggara Pemilu di Gedung DPD, Selasa (8/11/2022). Foto: RFQ
Suasana rapat kerja antara DPD dengan penyelenggara Pemilu di Gedung DPD, Selasa (8/11/2022). Foto: RFQ

Perhelatan akbar Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 sudah memasuki masa pendaftaran partai politik peserta pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu sudah mempersiapkan berbagai instrumen baik dari aspek regulasi maupun teknis. Terpenting, KPU dan Bawaslu harus bisa menjamin pemilu dapat dilaksanakan secara jujur, adil, dan demokrati, serta mencegah potensi kecurangan.

Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pangeran Abdurachman Bahasyim mengatakan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 berupa pemilihan calon presiden dan wakil presiden dan pemilihan calon anggota legislatif yang bakal digelar pada 14 Februari 2024 mendatang. Sedangkan pemilu kepala daerah serentak digelar pada 27 November 2024. Terpenting, penyelenggara pemilu harus memastikan pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil, serta menjamin hak pilih setiap warga negara dengan mengoptimalkan teknologi informasi.

Untuk itu, penyelenggara pemilu mencermati pendataan pemilih dengan memanfaatkan berbagai perangkat teknologi informasi untuk melakukan verifikasi faktual termasuk terhadap peserta pemilu. Bila tidak ada verifikasi pemilih dan peserta pemilu secara cermat dikhawatirkan merugikan para peserta pemilu, salah satunya bakal calon anggota DPD. Ia menyarankan dalam pendataan pemilih bisa menggunakan metode Krejcie dan Morgan serta systematic sampling yang menggantikan metode sensus penghitungan jumlah sampel dukungan bakal calon anggota DPD.

“Kami harap KPU dapat mengantisipasi permasalahan pendataan dan pemutakhiran data pemilih tersebut,” ujarnya dalam rapat kerja dengan penyelenggara Pemilu di Gedung DPD, Selasa (8/11/2022) kemarin.

Anggota Komite I Abraham Liyanto mengatakan penyelenggara pemilu berkewajiban mencegah terjadinya jatuh korban pada pemilu 2024. Khususnya para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) seperti yang pernah terjadi dalam Pemilu 2019 lalu. Dia mengusulkan agar durasi pencoblosan diperpendek agar menghemat waktu. “Sebaiknya waktu pencoblosan diperpendek sampai pukul 11 siang agar perhitungan suara dapat lebih cepat dilakukan,” usul senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.

Sementara Muhammad Syukur, anggota Komite I asal Jambi itu meminta agar penyelenggara pemilu transparan dan membuka data perhitungan suara pada Pemilu 2024 nantinya. Dia mengimbau agar perhitungan suara  mengunakan sistem online agar dapat lebih mudah dan cepat diakses seluruh rakyat Indonesia. Tak lagi membutuhkan waktu dalam kurun satu pekan.

Menanggapi sejumlah msukan anggota Komite I DPD, Ketua KPU Hasyim Asy’ari berpendapat mengacu data agregat jumlah penduduk Indonesia hingga semester I periode 2022 sebanyak 275.361.267 jiwa. KPU telah melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan dengan menggunakan data pemilih periode 2019. Kedua data kependuudukan tersebut sedianya telah disiapkan pemerintah.

Mantan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu mengatakan hasil rekapitulasi data pemilih sampai Oktober 2022 tercatat sebanyak 189.269.090 orang. Angka tersebut ternyata mengalami penurunan karena makin tertibnya administrasi kependudukan. Dia meminta dukungan DPD dalam memastikan para konstituen di daerah masing-masing masuk ke dalam daftar pemilih. “Kami harap agar tidak ada warga negara yang tidak masuk dalam daftar pemilih,” harapnya.

Di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan lembaga penyelenggara pemilu yang dipimpinnya telah menyiapkan segala sesuatunya. Bawaslu, telah memitigasi dan membuat strategi dalam penguatan sistem pengawasan pelaksanaan Pemilu. Malahan, Bawaslu telah membuka kanal laporan pengaduan terkait penyebaran berita bohong (hoax) dan black campaign yang kerap terjadi di media sosial.

Sejauh ini, kata Rahmat Bagja, Bawaslu telah berkoordinasi dan melakukan pembahasan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkait soal penyebaran berita bohong, ujaran kebencian di media sosial yang kerap terjadi jelang penyelenggara pemilu. Dia juga berharap setelah ada kesepakatan dengan berbagai pihak dan platform media sosial dapat meminimalisir terjadinya polarisasi dalam Pemilu Serentak 2024.

Tags:

Berita Terkait