Mengenal Lebih Dekat Tindak Pidana Perdagangan Orang
Terbaru

Mengenal Lebih Dekat Tindak Pidana Perdagangan Orang

Ada tiga elemen penting untuk menentukan TPPO. Modusnya sangat beragam.

Oleh:
CR-28
Bacaan 4 Menit
Pelatihan UU Pemberantasan TPPO bagi hakim. Foto: Ferinda
Pelatihan UU Pemberantasan TPPO bagi hakim. Foto: Ferinda

Perdagangan orang sudah menjadi fenomena global yang mungkin menimpa siapa saja tanpa terkecuali. Perbuatan itu tidak memandang usia, gender, atau status sosial. Di banyak negara, perdagangan orang dikualifikasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Peristiwanya bisa jadi melintasi batas-batas negara. Itu sebabnya, dunia internasional memberikan atensi, lewat berbagai konvensi dan protokol internasional. Beberapa negara sudah memastikan perdagangan orang sebagai tindak pidana yang harus diberantas.

Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dikualifikasi sebagai kejahatan kemanusiaan karena pada dasarnya dalam perbuatan ini, korbannya adalah manusia. Memang, ada aspek ekonominya, tetapi komoditasnya adalah manusia. Ini yang membedakan TPPO dibandingkan dengan tindak pidana lain pada umumnya.

"TPPO ini merupakan suatu bentuk kejahatan kemanusiaan khusus. Tidak bisa kita samakan dengan tindak kejahatan lain karena meski ada unsur ekonominya di situ, ini (TPPO—red) komoditasnya adalah orang,” kata National Program Officer (NPO) IOM Indonesia, Unit Penanggulangan Perdagangan Orang Migrasi Tenaga Kerja Rizky Hendrawansyah pada Pelatihan kerja sama Mahkamah Agung dan International Organization for Migration (MA-IOM) bertajuk ‘Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang Bagi Hakim Peradilan Umum Seluruh Indonesia’, Rabu (15/12/2021).

Untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO, PBB telah melahirkan Konvensi mengenai kejahatan terorganisasi, yang kemudian dikenal sebagai United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC). Sebagai pelengkap Konvensi ini, PBB melahirkan tiga protokol, yang dikenal sebagai Palermo Protocol: Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak; Protokol Penentangan Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut dan Udara; dan Protokol Menentang Pembuatan dan Perdagangan Gelap Senjata Api, Suku Cadang dan Komponennya serta Amunisi. Di tingkat regional, perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga punya Convention against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP).

Rizky melihat dukungan regulasi dan kebijakan itu memperlihatkan cakupan TPPO yang luas.

“Fenomena global ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi terjadi di banyak negara. Kita sering dengar orang Indonesia yang menjadi korban di Timur Tengah, Eropa, Asia Timur, banyak sekali. Makanya ini bukan masalah yang bisa ditangani satu negara atau satu instansi sendiri. Kejahatan kemanusiaan ini terjadi lintas batas. Di Indonesia pun banyak kejadian yang masih IOM cari dan coba perangi,” ujarnya.

Di tingkat nasional, Indonesia telah mengundangkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU Pemberantasan TPPO). Dua tahun kemudian, Indonesia mengundangkan UU No. 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah Menindak dan Mengukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organizaed Crime). Indonesia terbilang progresif karena UU Pemberantasan TPPO disahkan empat tahun setelah Konvensi PBB.

Tiga elemen

UU No. 21 Tahun 2007 memuat 67 pasal, dan setidaknya sembilan pasal memuat jenis-jenis tindak pidana dan ancaman hukumannya, serta enam pasal mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan perdagangan orang. Untuk menentukan suatu perbuatan dikualifikasi sebagai TPPO, ada tiga elemen yang perlu diperhatikan, jika merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU Pemberantasan TPPO. Ketiga elemen itu adalah proses, cara, dan tujuan. Selengkapnya pasal dimaksud menyebutkan “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Tags:

Berita Terkait