Mengenal Penerapan Indirect Evidence dalam Penanganan Kasus Kartel
Utama

Mengenal Penerapan Indirect Evidence dalam Penanganan Kasus Kartel

Penerapan bukti tidak langsung dapat membantu pemeriksaan pelanggaran persaingan usaha kartel. Namun sisi lain, penerapannya masih menimbulkan perdebatan.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Dia menjelaskan saat investigator mendapatkan bukti komunikasi tersebut maka penyelesaian perkara dapat lebih cepat namun kondisi ini masih terhambat karena KPPU tidak memiliki kewenangan dalam penyadapan dan penggeledahan.

Dia menjelaskan bukti ekonomi sering menjadi substansi pembuktian perkara kartel. Dalam bukti ekonomi terbagi dua yaitu bukti perilaku dan struktur. Bukti perilaku dapat ditemukan melalui analisa kenaikan harga bersamaan atau simultan sesama pelaku usaha. Sedangkan bukti struktur sehubungan dengan konsentrasi pasar, ukuran perusahaan, homogenitas produk, kontrak multi-pasar, persediaan dan pasar, kapasitas produksi, keterkaitan kepemilikan manajemen, kemudahan masuk pasar, karakter permintaan dan kekuatan tawar pembeli.

“Biasanya dalam bukti ekonomi KPPU menganggap pentingnya bukti struktur tersebut. Bukti struktur yang kami olah harus mampu menolak hipotesis pelaku pasar independen satu sama lain dalam keputusan mereka. Kami mulai praktikan negara-negara maju lebih awal rezim persaingan usaha ini gunakan game theory,” jelas Kodrat.

Dia menegaskan pada praktiknya pemenuhan satu komponen bukti di tiap jenis dianggap cukup sehingga komponen lain dalam kategori sama akan dianggap faktor pendukung. Penerapan bukti tidak langsung tersebut dilakukan KPPU secara hati-hati untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pembuktian.

“Takutnya ada anggapan kami mengada-ada dan tidak sesuai prinsip hukum, pada praktiknya satu komponen bukti terbukti sudah cukup maka yang lain dianggap faktor-faktor lain dianggap plus faktor. Yang penting pemenuhannya 2 alat bukti serta plus faktor,” jelas Kodrat.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Siti Anisah, mengatakan penerpan bukti tidak langsung tersebut dapat membantu KPPU memeriksa perkara kartel. Dia menjelaskan perjanjian kartel sulit bagi penegak hukum mendapatkan alat bukti langsung karena pelaku usaha berupaya menutupi bukti-bukti kartel.

“Kartel merupakan perjanjian paling berbahaya dan sulit mendapatkan bukti langsung. Dalam kartel ini pesaing (pelaku usaha) biasanya lari sendiri-sendiri tapi (kartel) ini mereka bergandengan. Mereka sadar kalau buat perjanjian sangat mudah terdeteksi sehingga tidak buat perjanjian tertulis. Konspirator biasanya menyembunyikan tindakan-tindakan dan sulit terdeteksi. Ada contoh-contoh kasus KPPU sangat janggal dalam keputusan bisnis yang hadir office boy atau supir,” jelas Siti.

Tags:

Berita Terkait