Mengenali Perbedaan Antara Cybercrime dengan Cyber Security
Terbaru

Mengenali Perbedaan Antara Cybercrime dengan Cyber Security

Cybercrime merupakan suatu bentuk kejahatan yang tentu termaktub dalam hukum pidana, lain halnya dengan cyber security terkait keamanan siber yang berada pada state level (negara).

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Duta Besar RI untuk Austria, Damos Dumoli Agusman dalam FGD Konvensi Kejahatan Siber PBB, Rabu (2/11/2022). Foto: FKF
Duta Besar RI untuk Austria, Damos Dumoli Agusman dalam FGD Konvensi Kejahatan Siber PBB, Rabu (2/11/2022). Foto: FKF

Pesatnya perkembangan teknologi memberikan dampak besar terhadap berbagai segi kehidupan manusia. Meski dapat mempermudah beragam kegiatan dan aktivitas pekerjaan, terbukanya ruang siber hasil pemanfaatan teknologi lantas memunculkan ancaman terhadap keamanan siber (cyber security) serta menjadi peluang sejumlah pihak tidak bertanggung jawab melancarkan aksi kejahatan siber (cybercrime).

“Bedakan antara cybercrime dengan cyber security. Bukan hanya di domestik, di PBB juga kadang-kadang tidak terlalu memisahkan ini. Mudahkan saja, cybercrime itu ada di hukum pidana. Artinya delik KUHP, karena kata dasarnya crime (kejahatan), crime yang terjadi di virtual,” ujar Duta Besar RI untuk Austria Damos Dumoli Agusman dalam FGD Konvensi Kejahatan Siber PBB, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga:

Ia menjelaskan berbeda halnya untuk keamanan siber atau cyber security yang lebih berfokus pada kemananan suatu negara yang dalam hal ini pada ruang siber. “Cyber security itu mulai dengan security. Dia lebih pada state level, lebih banyak dibahas pada level internasional, dia lebih ke top-down treaties,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Jhehan Septiano dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menuturkan pemahaman masyarakat Indonesia seringkali masih kabur dalam memisahkan antara cybercrime dengan cyber security. Secara mudah, ia menganalogikan secara sederhana cyber security ibarat benteng (fortress) yang melingkupi suatu society (masyarakat) untuk melindunginya dari (serangan) dari luar. Tetapi ketika terdapat polemik di dalam benteng itu sendiri itulah cybercrime.

“Sayangnya cybercrime di Indonesia belum ada definisi standar yang digunakan karena banyak sekali gambarannya, bahkan di UU ITE belum disebutkan secara gamblang. Cuman kita mengenal kejahatan siber ini ada 2 kategori secara umum. Kalau kami mengenalnya sebagai computer crime dan computer related crime atau yang tadi disebutkan oleh narasumber sebelumnya cyber-enabled crime dan cyber-dependent crime,” ujar Jhehan.

Ia menuturkan cyber-enabled crime sama seperti computer related crime (CRC), sedangkan untuk cyber-dependent crime diartikan sebagai computer crime itu sendiri. “Memang banyak yang perlu kita pahami bersama dalam koridor itu supaya tidak salah kaprah. Kalau boleh menjelaskan secara pelaksanaan perundang-undangannya kami kasih gambaran cyber-enabled crime itu diatur UU ITE Pasal 27 sampai dengan 29, seperti tadi disebutkan konten ilegal ya. Tetapi yang cyber-dependent crime-nya itu hal-hal yang terkait illegal access yang diatur dalam Pasal 30 dan sebagainya,” kata dia.

Hukumonline.com

Jhehan Septiano dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. 

Sebagai informasi, seperti dilansir situs resmi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), cybercrime adalah bentuk kejahatan transnasional yang terus berkembang. Kompleksitas kejahatan yang dilakukan pada ruang siber ini diperparah dengan munculnya keterlibatan sejumlah kelompok kejahatan terorganisir. Implikasi dari locus kejahatan ialah virtual, membuat korban cybercrime dapat berasal dari berbagai wilayah hingga berdampak meluas ke seluruh dunia.

Meski demikian, UNODC mengakui sebetulnya tidak ada definisi internasional tentang cybercrime atau cyberattack. Akan tetapi pelanggaran biasanya mengelompok sekitar kategori pelanggaran terhadap kerahasiaan, integritas dan ketersediaan data dan sistem komputer; pelanggaran terkait komputer (computer-related offences); pelanggaran terkait konten; serta pelanggaran yang terkait dengan pelanggaran hak cipta dan hak terkait.

Untuk Cyber-dependent crime, dijelaskan memerlukan infrastruktur ICT (Information and Communications Technology) dan sering dicirikan sebagai pembuatan, penyebaran dan penyebaran malware, ransomware, serangan terhadap infrastruktur nasional. Sebagai contoh, pengambilalihan pembangkit listrik oleh kelompok kejahatan terorganisir. Bentuk lainnya ialah seperti pengambilan situs website offline dengan membebaninya oleh data (serangan DDOS).

Perihal Cyber-enabled crime, UNODC menafsirkannya sebagai kejahatan yang dapat terjadi di dunia offline, tetapi juga dapat difasilitasi oleh ICT atau TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Biasanya bentuk kejahatan ini mencakup penipuan online, pembelian obat-obatan secara online, maupun pencucian uang online.

Tags:

Berita Terkait