Mengintip Sejumlah Substansi RUU Pemilu
Utama

Mengintip Sejumlah Substansi RUU Pemilu

RUU Pemilu terdiri dari 741 pasal dengan 6 buku yang berisi lima isu klasik dan 4 isu kontemporer. Konsekuensi lahirnya RUU Pemilu nantinya bakal mencabut UU Pilkada berikut perubahannya dan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Tak seperti biasanya, Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) kali ini diusulkan oleh DPR. Komisi II DPR telah menyusun dan merumuskan materi muatan perubahan UU Pemilu termasuk naskah akademiknya. Lantas apa saja materi muatan dalam RUU Pemilu ini?

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan dalam dalam draf RUU hendak mempertegas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tiga lembaga penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebab, selama ini ketiga lembaga ini seringkali terjadi overlapping tupoksi dan kewenangan yang berujung konflik.

“Terakhir DKPP memberhentikan salah satu komisioner KPU dan terbit keputusan presiden (Keppres). Kemudian Keppres digugat ke PTUN dan akhirnya dianulir. Kasus-kasus seperti ini kontra dengan perkembangan demokrasi,” ujar Ahmad Doli Kurnia dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (16/11/2020). (Baca Juga: Revisi UU Pemilu Diharapkan Mampu ‘Cetak’ Pemimpin Berkualitas)  

Dia melanjutkan melalui RUU Pemilu, pembuat UU berupaya menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu. Sebab, sejumlah aparatur penyelenggara pemilu malah tersandung kasus hukum. Dia menegaskan perlunya pengetatan aturan pola rekrutmen yang menekankan pada aspek profesional dan integritas calon penyelenggara pemilu.

Soal pengaturan keterwakilan perempuan di parlemen melalui mekanisme nomor urut dalam pencalegan menjadi isu yang bakal diatur. Demikian pula, penegasan posisi aparatur sipil negara (ASN), angggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri yang hendak maju dalam pencalonan anggota legislatif ataupun kepala daerah pun menjadi sorotan. 

“Soal apakah anggota DPR untuk maju dalam pilkada itu harus mundur secara permanen atau tidak? Ini isu-isu yang akan kita dibahas dalam perubahan UU ini. Kita berharap UU Pemilu ini bisa menguatkan sistem demokrasi baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. RUU ini tak hanya memenuhi aspek prosedur, tapi juga susbtansi,” ujarnya.

Sejumlah poin penting dalam perubahan UU Pemilu ini antara lain tindak lanjut 13 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pemilu dan UU Pilkada yang dikabulkan MK. Kemudian, penggunaan model keserentakan pemilu yang baru sesuai amanat keserentakan pemilu dalam pertimbangan putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019. Tak hanya itu, normalisasi penjadwalan pilkada menuju model keserentakan pemilu yang baru.

Politisi Partai Golkar itu menegaskan menindaklnjauti putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, terdapat dua konsep yang disusun. Pertama, pemilu nasional yakni pelaksanan pemilu bagi pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD tingkat provinsi, DPRD tingkat kabupaten/kota, Presiden dan Wakil Presiden (pemilu 5 kotak). Kedua, pemilu serentak lokal bagi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta bupati/walikota beserta wakilnya.

Dia menegaskan konsekuensi lahirnya RUU Pemilu nantinya bakal mencabut UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Kemudian mencabut UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. Tahun 2015 Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Kemudian mencabut UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan UU No.6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.1 tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014.

Isu krusial

Lebih lanjut, Doli melihat terdapat sembilan isu krusial dalam RUU Pemilu yang sering mengemuka saat pembahasan UU Pemilu yang terdiri dari 5 isu klasik dan 4 kontemporer. Menurutnya, ada 5 isu klasik biasanya menuai perdebatan dan diselesaikan melalui forum lobi di tingkat elit partai.

Pertama, sistem pemilu apakah tertutup atau terbuka. Kedua, parlemen threshold atau ambang batas parlemen. Ketiga, presiden threshold atau ambang batas pencalonan presiden.Keempat, besaran jumlah kursi per dapil (district magnitude). Kelima, sistem konversi suara ke kursi.

"Itulah kenapa dalam penyusunan draft yang kami sampaikan ini, kami belum memutuskan salah satu alternatif karena ada beberapa opsi dan ini kami yakin keputusannya ada di tingkat akhir pembahasan bersama pimpinan parpol," ujarnya.

Sementara 4 isu kontemporer, pertama menyoal tentang pembagian keserentakan pemilu. Terlebih lagi adanya putusan MK yang memutuskan pemilihan anggota legislatif (Pileg) serentak dengan pemilihan presiden (Pilpres). Tak hanya itu, konsekuensi penyatuan rezim UU Pemilu pun menjadi isu krusial dalam RUU Pemilu. Termasuk pengaturan pelaksanaan waktu pilkada serentak.

Seperti UU eksisting yang ada pasca pilkada serentak 2020 terdapat pilkada serentak pada 2024 berbarengan dengan Pileg dan Pilpres. Dengan adanya konsekuensi ke satu rezim, diusulkan adanya alternatif pelaksanaan pemilu daerah dilakukan diantara dua pemilu nasional. Terdekat di tahun 2027, pelaksanaan pilkada serentak mulai dinormalkan.

Kedua, digitalisasi pemilu. Perkembangan teknologi dalam demokrasi perlu diimbangi dengan praktik pelaksanaan pemilu yang makin ramah, mudah, efisien dan menyenangkan bagi pemilihnya. Oleh karena itu, perlu dikaji dalam pelaksanan elektronisasi dalam setiap tahapan pemilu.

Ketiga, perlu adanya pasal-pasal yang meminimalisasi terjadinya bahaya moral pemilu. Seperti politik uang, politik transaksional. Keempat, soal keterwakilan perempuan serta posisi ASN, Polri dan dan TNI. Dia berharap RUU Pemilu dapat segera masuk dalam tahap harmonisasi dan disahkan menjadi usul inisiatif DPR untuk kemudian dibahas lebih lanjut.

Dalam paparan akhirnya, Doli menjelaskan RUU Pemilu terdiri dari 741 pasal dengan 6 buku. Yakni buku pertama tentang ketentuan umum. Buku kedua tentang penyelengara pemilu. Buku ketiga tentang penyelenggaraan pemilu. Buku keempat tentang pelanggaran pemilu. Buku kelima tentang sanksi pelanggaran pemilu. Buku keenam tentang ketentuan lain-lain.

“Makin cepat dibahas dan menjadi usul insitiaf DPR makin bagus. Kami target di Komisi II bisa selesai paling cepat di pertengahan 2021,” harapnya.

Menanggapi usulan Komisi II, Wakil Ketua Baleg Willy Aditya menegaskan bakal segera membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengharmonisasi draf usulan Komisi II DPR tentang RUU Pemilu tersebut. “Panja Baleg akan bentuk Panja untuk harmonisasi” katanya.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait