Beberapa waktu terakhir, tanah air kembali diramaikan mencuatnya berbagai kasus pembunuhan yang memiliki keterkaitan dengan praktik perdukunan dan ilmu hitam. Sebut saja, seperti kasus Dukun Slamet Banjarnegara April 2023 lalu, Dukun Rudi yang incest dengan putrinya sendiri hingga membunuh 7 bayi hasil hubungannya itu, dan masih banyak lagi. Jauh sebelumnya pernah ramai kasus Dukun Ahmad Suradji atau dikenal “Dukun AS”.
“Kalau kita bicara dalam perspektif antropologi, orang menganut aliran kepercayaan tertentu itu sudah ada dari nenek moyang kita dahulu,” ujar Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Dr. Eva Achjani Zulfa melalui sambungan telepon, Selasa (12/9/2023).
Ia melihat hal yang disebut ‘ilmu hitam’ maupun ‘ilmu putih’ menjadi sesuatu yang masih ada dalam masyarakat kita sampai sekarang. “Kalau dalam perspektif hukum pidana, apapun perbuatannya manakala itu mengancam nyawa dan tubuh, itu sebuah tindak pidana,” kata dia.
Baca Juga:
- Menyoal Kembali Pembuktian Tak Langsung dalam Vonis Jessica
- Kasus Nenek Minah, Pembuka Fenomena Penerapan Restorative Justice
- Ingat Sumanto? Kasus Kanibalisme Pertama yang Sempat Jadi Polemik
Seperti diketahui, beberapa kasus pernah terjadi berkedok dukun berakhir di meja hijau lantaran aksi ‘menimba kesaktian ilmu hitam’-nya hingga memakan korban. Salah satu dukun yang dalam sejarah kasus hukum di Indonesia pernah dipidanakan karena aksi ‘serial killer’-nya itu yakni kasus Dukun Ahmad Suradji atau yang lebih dikenal sebagai “Dukun AS”.
“Sebenarnya untuk kasus pembunuhan berantai itu penanganannya sama ya seperti tindak pidana pada umumnya. Mungkin ketentuan yang sempat jadi perdebatan waktu itu seingat saya, ketika Jaksa menggunakan Pasal 338 jo. Pasal 64 KUHP. Pasal 64 ini bicara tentang perbuatan berlanjut karena syaratnya ada seseorang melakukan berbagai tindak pidana, tapi lahirnya dari satu niat. Ini terbongkar dari si Istri, dia (AS) mau membunuh 72 orang (karena mendapat bisikan ghaib,” ungkapnya.
Kasus ini ramai menjadi buah bibir di tahun 2000-an. Kasus ini dikenal dalam daftar pembunuh berantai di Indonesia karena telah membunuh 42 wanita di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Aksi bengisnya itu dilakukan sejak 1986 sampai dengan 1997. Alasannya? Untuk memperkuat kesaktiannya dan mendalami ilmu hitam. Dalam melakukan aksi sadisnya itu, ia meyakini harus menghabisi dan mengisap air liur 72 wanita.