Mengurai Benang Kusut Problematika Pembebasan Lahan Serta Solusinya
Berita

Mengurai Benang Kusut Problematika Pembebasan Lahan Serta Solusinya

Kegagalan dalam proses negosiasi soal ganti kerugian inilah yang seringkali mengakibatkan proyek mangkrak lantaran pembebasan lahan terhambat bahkan hingga bertahun-tahun.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Terlepas dari sekelumit persoalan itu, apasaja mitigasi risiko atas persoalan pengadaan tanah yang telah dilakukan Inka? Pertama, tentunya pihak pengembang perlu melakukan sosialisasi terhadap pemilik tanah serta memastikan seluruh pemilik tanah hadir dalam sosialisasi itu, sehingga kemungkinan sengketa atas hasil sosialisasi (pentetapan ganti rugi dan lokasi) ke depannya dapat dicegah.

 

Soal ganti kerugian, Inka menyebut perlu adanya pelibatan konsultan atau professional seperti Jasa Penilai Publik yang diikutsertakan dalam panitia untuk mencegah nilai ganti kerugian yang terlalu berbeda antara kehendak pemilik tanah dengan pembeli lahan.

 

“Opsi lain dalam ganti rugi juga dimungkinkan tidak dalam bentuk uang, melainkan dapat dilakukan melalui pemberian tanah pengganti kepada pemilik tanah yang hendak dibebaskan,” jelas Inka, Kamis (12/13).

 

Sekadar catatan, berdasarkan Pasal 31 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pihak Penilai yang akan melakukan penilaian secara independen atas harga jual objek tanah ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan. Nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian.

 

Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian tersebut dilakukan antara Lembaga Pertanahan yang melibatkan instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak atas ganti rugi dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan.

 

Untuk menghindari tuntutan dan masalah lanjutan, sambung Inka, penyediaan dana kompensasi sangat penting dilakukan dengan tepat waktu serta sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai. Sedangkan untuk mengantisipasi pembebasan lahan yang pemiliknya tidak jelas atau lahan yang masih dalam sengketa maka kerjasama dengan pemerintah tingkat daerah setempat (Kecamatan, Kelurahan, RT dan RW) tentu diperlukan.

 

Terlebih lagi, karena soal pengadaan tanah memang menjadi tanggungjawab pemerintah maka sudah sepatutnya pemerintah terlibat, apalagi pada akhirnya hasil dari pembebasan lahan itu juga akan menjadi asset pemerintah. “Lahirnya Perpres 148/2015 itu sebetulnya untuk mengakomodasi hal ini,” ujar Inka.

Tags:

Berita Terkait