Menilik Hasil Dialog Publik KUHP Nasional
Pojok KUHP

Menilik Hasil Dialog Publik KUHP Nasional

Masukan masyarakat menjadi bahan dalam menyempurnakan materi yang berujung adanya penghapusan pasal, reformulasi, penambahan pasal, hingga reposisi.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit

“Jadi kami memberikan penjelasan supaya tidak terjadi multiintrepretasi, ini berdasarkan masukan dari dialog publik,” ujarnya.

Ketiga, terdapat penambahan. Yakni menambahkan pasal dan ayat baru terkait penegasan terhadap beberapa tindak pidana dalam draf RKUHP sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Menurut Wamenkumham, hal tersebut menjadi bentuk harmonisasi dan singkronisasi dengan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Keempat, reposisi. Tim perumus pun mereposisi tindak pidana pencucian uang semula dari 3 pasal menjadi 2 pasal tanpa adanya perubahan substansi.

Juru bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries menambahkan, proses pelibatan publik dalam pembentukan KUHP sebagai ruang memberikan kesempatan luas bagi masyarakat dalam sosialisasi dan dialog publik di sejumlah kota besar. Seperti masyarakat sipil yang fokus terhadap pembaharuan hukum pidana.  Seperti para Guru Besar dan dosen yang tergabung dalam Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI). 

Kemudian Institute Criminal for Justice Reform (ICJR), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independen  Peradilan (LeIP), dan Indonesia Judicial  Research Society (IJRS). Kemudian ada pula organisasi profesi advokat. Seperti Peradi, KAI, Ikadin, Ferrari serta sejumlah organisasi kemasyarakatan lainnya. Masukan tersebut, direformulasikan menjadi norma pasal oleh tim ahli RKUHP dibawah koordinasi Kemenkumham.

“Histori drafnya selalu tercatat dengan disertai alasan dan diskursus yang mewarnainya, seperti “memorie van toechlichting” dari draftKUHP sebelum akhirnya disampaikan ke DPR untuk dibahas bersama guna mendapatkan persetujuan bersama,” ujarnya.

Yang pasti, dari proses sosialiasi dan dialog publik di periode 2021 dan 2022 dengan jumlah 22 kota  menghasilkan banyak masukan dari publik. Khususnya masukan soal penghapusan pasal, reformulasi, reposisi dan penguatan penjelasan pasal dalam KUHP Nasional. Termasuk dukungan publik agar pembentuk UU dapat mengesahkan RKUHP menjadi KUHP Nasional sebagai kebutuhan pembaharuan hukum pidana. Serta sistem pemidanaan yang lebih modern ketimbangan wetboek van strafrecht.

Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu melanjutkan, penyempurnaan draf RKUHP kala itu berjalan dinamis dengan membahas setiap masukan masyarakat. Khususnya terhadap rumusan pasal-pasal dalam RKUHP. Nah, bila masukan publik masuk akal dan relevan, maka menjadi layak dipertimbangkan untuk diakomodir dalam penyempurnaan batang tubuh dan penjelasan.

Dalam perjalanannya, pembahasan terus berlangsung bersama DPR. Namun, DPR pun pula membuka ruang menyerap masukan dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Sejumlah masukan pun ditampung dan menjadi bahan dalam pembahasan lanjutan yang digelar pada 24 November.

Hasilnya, pembahasan tersebut berujung terjadi perubahan jumlah pasal. Bila draf RKUHP per 4 Juli berjumlah 632 pasal, kemudian mengalami perubahan pada draf RKUHP per 9 November menjadi 627 pasal. Namun hasil pembahasan akhir pada 24 November sekaligus draf akhir yang disepakati di tingkat pertama dan diboyong ke paripurna menjadi 624 pasal.

Tags: