Menyalahgunakan DAU, Said Agil Didakwa Melakukan Korupsi
Utama

Menyalahgunakan DAU, Said Agil Didakwa Melakukan Korupsi

Mantan Menteri Agama Said Agil Husen Al Munawar diancam penjara seumur hidup dengan dakwaan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara.

CR-2
Bacaan 2 Menit
Menyalahgunakan DAU, Said Agil Didakwa Melakukan Korupsi
Hukumonline

 

Antara lain untuk biaya 36 orang anggota Komisi VI DPR (periode 1999-2004) dalam rangka pelepasan kloter I Embarkasi di beberapa kota sebesar Rp134,9 juta pada Nurdin Nasution, biaya perjalanan dinas anggota DPR dan pendampingnya sebesar Rp89,6 juta yang diterima Fauzi Amnur dan biaya auditor BPK dalam rangka audit BPIH tahun 2001 dan 2002 sebesar Rp607,3 juta yang disetor ke rekening Setjen BPK.

 

Setelah uang BPIH digunakan di luar ketentuan, terdapat hasil efisiensi yang harus disetorkan ke DAU. Namun alih-alih mengembalikan, Said Agil malah mengeluarkan KMA No.275/2002 pada 1 Agustus 2002 yang menetapkan alokasi biaya pengelolaan dana BPIH sebesar 10 persen sebelum disetorkan ke DAU. Selanjutnya, untuk melaksanakan KMA itu, Taufiq Kamil membuat Keputusan Dirjen BIPH No.D/27 Tahun 2002.

 

Setelah dipotong 10 persen, hasil efisiensi BPIH 2002 hanya Rp11 miliar dan sisanya disetorkan ke rekening lain di luar DAU. Dari rekening Dana Pengelolaan BPIH sebesar Rp1,188 miliar yang seharusnya masuk ke DAU, digunakan untuk antara lain tunjangan fungsional Menag sebesar Rp150 juta, pembayaran tiket Fatimah Said Agil ke Arab Saudi sebesar Rp37,19 juta dan biaya 20 orang anggota DPR untuk pantauan kloter awal haji 2003 sebesar Rp49,2 juta.

 

Modus serupa terjadi pada musim haji 2003. Sebanyak 201.028 calon jemaah haji pada musim itu menyetorkan ke rekening BPS sebesar Rp184,17 miliar dan AS$ 500,6 juta. Namun atas persetujuan Said Agil dan Taufiq Kamil, Enin Yusuf mengeluarkan uang BPIH antara lain untuk auditor BPK sebesar Rp472,6 juta, pembayaran penetapan biaya renovasi Gedung Pusat Informasi Haji Batam sebesar Rp6,79 miliar pada PT Panglima Sakti Utama. JPU menilai seharusnya masih ada hasil efisiensi uang BPIH yang disetor ke DAU. Tapi sesuai laporan keuangan dana BPIH 2003, tidak ada penyetoran ke DAU.

 

Pada musim haji 2004, tercatat 206.285 calon jemaah haji menyetor ke rekening BPS sebesar Rp332,4 miliar dan AS$ 1,25 miliar. Namun seperti tahun-tahun sebelumnya, JPU mendalilkan Enin Yusuf mengeluarkan uang untuk memperkaya segelintir orang atau korporasi.

 

JPU menemukan BPIH tersebut antara lain diberikan pada beberapa pegawai Ditjen BIPH yang diterima beberapa kali dalam setiap bulan sebesar Rp7,9 miliar, dimana Taufiq Kamil turut menerima sebesar Rp337,5 juta. Selain itu, auditor BPK (11 orang) dan staf Ditjen BIPH menerima Rp128,4 juta.

 

Said Agil juga sempat menerbitkan KMA No.460/2003 tentang alokasi porsi tambahan jemaah haji tahun 2004. Berdasarkan KMA tersebut, biaya sewa pondokan persiapan kuota tambahan 30 ribu jemaah haji telah dibayarkan. Padahal Pemerintah Arab Saudi tidak memberikan penambahan kuota, maka pondokan itu disewakan kembali dan timbul kerugian sebesar SR 4,48 juta (sekitar Rp11,2 miliar).

 

JPU menguraikan, perbuatan Said Agil bersama Taufiq Kamil dan Bendaharawan DAU Moch Abdul Rosjad telah merugikan keuangan negara dalam hal ini dana DAU, sebesar Rp 652.783.343.727,44 atau setidak-tidaknya sekitar Rp 55.364.200.000 dan AS$131.150.

 

Perbuatan Said Agil diancam pidana sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat(1) jo. Pasal 18 ayat(1b) UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 jo. Pasal 55 ayat(1) kesatu jo. Pasal 64 KUHP.

 

Sesuai prosedur

Kuasa hukum Said Agil, Mohammad Assegaf, menyatakan jaksa menilai kliennya melanggar hukum karena dianggap memakai dana tidak sesuai dengan peruntukannya. Padahal, lanjut ia, semua dana yang dikeluarkan telah diaudit dan semua memiliki bukti pengeluaran. Menurut Assegaf, DAU adalah jumlah yang tidak akan berkurang, dimana setiap efisiensi akan menambah dana.

 

Kita akan buktikan bahwa ini seusai prosedur dan sudah diaudit. BPK kalau mengaudit departemen pasti dikasih dana karena BPK tidak menyediakan dana, kata Assegaf.

 

Mengenai adanya dana efisiensi yang tidak dialihkan ke DAU, Assegaf menyatakan sebagian dialihkan ke DAU dan sebagian lagi dicadangkan. Ia menjelaskan bahwa kebijakan setiap Menteri Agama sebelum musim haji adalah melakukan pemesanan tempat dan lain-lain.

 

Dananya tidak mungkin tunggu setoran. Jadi ada dana yang dicadangkan dan ketika setoran masuk dikembalikan, jelas Assegaf.

 

Ia menambahkan, UU tentang perjalanan haji tidak memiliki PP. Oleh karena itu, menteri bersangkutan menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) yang menjadi landasan pemberian bantuan dan itu dinilai jaksa tidak sesuai peruntukan.

Dakwaan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ranu Mihardja di Gedung PN Pusat, Jakarta, Kamis (6/10).  Dalam dakwaan, JPU menyebutkan sesuai Pasal 1 angka (7) UU No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) adalah sejumlah dana  yang harus dibayar calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji.

 

Besaran BPIH ditetapkan Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR. Pembayaran itu dilakukan ke rekening Menteri Agama. Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka (16) ditentukan bahwa Dana Abadi Umat (DAU) adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil efisiensi BPIH dan dari sumber lain.

 

Pada musim haji 2001, Menag RI melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama (Dirjen BIPH) Taufiq Kamil telah menerima pembayaran BPIH dari 203.316 calon jemaah haji melalui rekening Bank Penerima Setoran (BPS) sebesar Rp8,98 miliar dan AS$ 502 juta. Setelah digunakan untuk biaya angkutan udara dan sewa pemondokan di Mekkah sesuai Keppres No.97/2000 tentang BPIH tahun 2001, terdapat hasil efisiensi yang harus disetorkan ke DAU.

 

Berdasarkan laporan keuangan dana BPIH tahun 2001, yang disetorkan ke DAU sebesar Rp885 juta, sedangkan sisanya atas persetujuan Said Agil dan Taufiq Kamil, disetorkan Bendaharawan BPIH Enin Yusuf Suparta ke rekening lain di luar DAU, yaitu ke Dana Cadangan/Dana Abadi Haji sebesar Rp1,626 miliar dan ke Dana Penampungan dan Persiapan BPIH sebesar Rp14,8 miliar.

 

Indikasi penyimpangan

Indikasi adanya penyimpangan terlihat pada musim haji 2002. JPU memaparkan pada musim haji tersebut, tercatat 195.526 calon jemaah haji membayarkan BPIH melalui rekening BPS sebesar Rp174,19 miliar dan AS$ 1,030 miliar. Namun atas persetujuan Said Agil, Enin Yusuf  disinyalir mengeluarkan uang BPIH untuk memperkaya pihak lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags: