Menyelami Pemikiran ‘Bapak’ Ilmu Perundang-undangan Indonesia
Utama

Menyelami Pemikiran ‘Bapak’ Ilmu Perundang-undangan Indonesia

Salah satunya, Prof Hamid bukan hanya sekedar guru besar pertama dalam ilmu perundang-undangan, tetap perintis yang mengantarkan ilmu perundang-undangan menjadi salah satu cabang dan bidang studi ilmu hukum yang terintegrasi dalam sistem kurikulum di fakultas hukum.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Menyelami Pemikiran ‘Bapak’ Ilmu Perundang-undangan Indonesia
Hukumonline

Mempelajari ilmu peraturan perundang-undangan tentu tak luput dari peran besar Profesor A.Hamid S. Attamimi yang kemudian terciptanya mata kuliah ilmu perundang-undangan di fakultas hukum yang hingga kini dipelajari mahasiswa hukum seluruh Indonesia. Meski telah wafat puluhan tahun silam, pemikirannya tetap hidup dan terus bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Pemikirannya tertulis dalam berbagai jurnal. Kini, pemikirannya telah dikompilasi dalam buku berjudul Kumpulan Tulisan A. Hamid S. Attamimi: “Gesetzgebungwissenschaft Sebagai Salah Satu Upaya Menanggulangi Hutan Belantara Peraturan Perundang-undangan” yang dihimpun oleh Maria Farida Indarti yang bisa didapatkan di Tokopedia: ICLDBOOK dan Shopee: ICLDBOOK.    

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Edmon Makarim mengatakan pemikiran Prof Hamid menjadi fondasi bagi akademisi, birokrasi, politisi dalam persoalan ilmu perundang-undangan yang ada di Indonesia. Pemikirannya ini sebelumnya tersebar di berbagai jurnal dan kini terangkum dalam buku kumpulan yang diolah oleh Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan FH UI Prof Maria Farida Indrati.

“Untuk itu resmi diluncurkan buku kumpulan tulisan Prof. A. Hamid S. Attamimi,” kata Edmon Makarim saat peluncuran buku ini yang diselenggarakan Bidang Studi Hukum Administrasi Negara FH UI bekerja sama dengan Indonesian Center for Legislative Drafting (ICLD) secara daring, Senin (26/7/2021).  

Guru Besar Hukum Tata Negara FH Unpad Prof Bagir Manan yang juga kawan Prof Hamid, menilai Prof Hamid bukan hanya sekedar guru besar pertama dalam ilmu perundang-undangan, tetap perintis yang mengantarkan ilmu perundang-undangan menjadi salah satu cabang dan bidang studi ilmu hukum yang terintegrasi dalam sistem kurikulum di fakultas hukum.

“Saya melihat beliau adalah ilmuwan, legal science, yang mungkin orang melihatnya beliau birokrat. Beliau menjadi guru besar bukan karena status birokrasinya atau status akademisnya, tetapi karena beliau seorang ilmuan,” kata Bagir dalam kesempatan yang sama.   

Bagir ingat betul pemikiran Prof Hamid yang memandang hukum tidak boleh dibenturkan dengan kebijakan. Keduanya, harus dipisahkan antara hukum dan kebijakan, kemudian harus mendahulukan hukum daripada kebijakan. “Kalau sekarang kebijakan yang didahulukan daripada prinsip hukum. Beliau menjaga integritas diri,” kata dia

Menteri Sekretaris Negara Periode 2001-2004, Bambang Kesowo mengatakan salah satu pemikiran Prof Hamid memprakarsai adanya pendidikan tenaga perundang-undangan dan memasukan politik perundang-undangan. “Pemikiran Prof Hamid untuk membuat perundang-undangan harus direncanakan terlebih dahulu sesuai prinsip hukum yang ada, bukan mendahulukan proses politiknya,” kata dia.

“Agar almamaternya yaitu FH UI menyelenggarakan pendidikan tenaga perundang-undangan yang sebelumnya pernah beliau lakukan. Mengingat ini impian beliau,” kata dia.

Staf Khusus Menko Maritim dan Investasi, Lambock V. Nahattands mengatakan sebagai gurunya, Prof Hamid tidak pernah mendikte satu per satu mahasiswanya, tetapi disuruh berpikir untuk menyelesaikan suatu persoalan hukum. Prof Hamid khawatir suatu saat perundang-undangan menjadi tertinggal dengan kebijakan karena jangan sampai terjadi ada kebijakan yang melupakan perundang-undangan.

“Karena menurutnya, jika kebijakan melupakan perundang-undangan akan menjadi hutan belantara perundang-undangan. Itu yang sangat dia khawatirkan,” kata Lambock mengenang pemikiran Prof Hamid.  

Lambock juga ingat Prof Hamid selalu mengatakan staastfundamentalnorm harus dimiliki oleh negara. Pancasila itu adalah sumber hukum negara, yang tidak bisa ditawar. Ia mengatakan Prof Hamid lah yang memperkenalkan istilah materi muatan perundang-undangan dan materi muatan perundang-undangan tidak boleh berantakan menjadi hutan belantara.

“Prof Hamid, dalam disertasinya mengenalkan istilah Keppres Mandiri, yang kalau saat ini disebut dengan Perpres. Beliau menarasikan presiden memegang kekuasan untuk mengambil keputusan mandiri dan itu bukan diskresi. Tetapi, adanya Keppres Mandiri ini tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan tidak boleh bertentangan dengan kementerian.”

Di mata Lambock, Prof Hamid orang yang sangat halus, tetapi tegas, berprinsip kemandirian, sederhana, bersahaja. Baju yang dikenakannya tidak pernah yang mahal-mahal. “Saya tahu betul. Sepatunya saja beli di Cibaduyut. Tetapi beliau sangat necis. Prof. Hamid pernah berpesan kepada saya, Lambock yang penting hati dan ketulusan kita. Jika hati kita tulus, maka wajah kita akan bersinar dan baju yang kita pakai tidak mahal akan kelihatan mahal. Itu yang ditanamkan oleh Prof Hamid,” kenangnya.

“Beliau pelukis reklame, senang lagu-lagu klasik dan melayu. Beliau sangat taat sholat 5 waktu, dan selalu berpesan kepada saya dan Prof Maria agar jangan lupa ke gereja. Bagi saya, beliau guru, teladan saya meniti karir dan bermasyarakat. Banyak ajaran beliau yang saya terapkan. Seperti yang dikatakan Prof Bagir, tidak salah kalau Prof Hamid menjadi ‘Bapak Ilmu Perundang-undangan Indonesia’.”

Senada, Guru Besar Perundang-undangan FH UI, Prof Maria Farida menilai Prof Hamid dapat dikatakan sebagai “Bapak Perundang-undangan Indonesia”. “Ketika beliau punya buku baru, beliau selalu belikan untuk saya, sehingga saya merasa harus baca buku yang diberikan beliau dan saya akan bertanya apa yang tidak saya mengerti dalam buku tersebut kepada beliau,” kata Prof Maria.  

“Dalam buku, Prof Hamid juga menguraikan apa itu Pancasila. Dan, saya memberi judul salah satunya untuk menangani hutan belantara perundang-undangan dengan melihat adanya aturan yang dibuat saat ini seperti UU Cipta Kerja. Prof. Hamid selalu bicara kesejateraan sosial yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 sebelum perubahan.”

Maria menceritakan Prof Hamid sangat kecewa ketika terbit PP No. 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Sebab, aturan tersebut mengatur kepemilikan modal asing hingga 90-an persen. Menurut Prof Hamid, aturan itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Pada akhirnya Prof Hamid mengirimkan surat kepada Presiden hingga tiga kali dengan bahasa yang halus atas keberatannya atas aturan tersebut. Hal inilah yang membuatnya mundur dari Setneg.

“Beliau selalu berpesan, jika kita ada di kedudukan yang tinggi, kita tidak boleh lupa kepada orang yang berada di bawah. Beliau berpesan kita tidak perlu takut dengan kebenaran yang sebenarnya, harus disampaikan walau dicaci maki,” tutur mantan Hakim MK ini.

Maria menambahkan dalam buku ini, semua pemikiran Prof Hamid tidak ada yang berubah dengan tulisan aslinya yang sebelumnya dengan mesin ketik. Dalam buku kumpulan tulisan Prof Hamid, banyak terdapat judul menarik yang masih relevan dipelajari dan diterapkan di Indonesia.

Diantaranya berjudul Masa Depan Politik legislatif Indonesia; Visi Hukum dan Visi Politik; Proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Indonesia Dilihat dari Aspek Filsafat Bangsa; Der Rechstaat Republik Indonesia dan Perspektifnya Menurut Pancasila dan UUD 1945; Kedudukan dan Peran Presiden dalam Fungsi Legislatif Menurut Sistem Politik Demokrasi Pancasila dan lain-lain.

Tags:

Berita Terkait