Menyoal Hukuman Mati Sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP
Utama

Menyoal Hukuman Mati Sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP

Perlu memperjelas konsep pidana alternatif, komutasi bersifat otomatis tanpa perlu disebutkan terlebih dahulu dalam putusan hakim, hingga mempertegas kelompok orang-orang yang dilarang dijatuhi hukuman mati, tak sekedar sebatas penundaan eksekusi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

(5) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Pasal 101

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.

Menurutnya, terdapat catatan terhadap Pasal 100 RKUHP. Seperti justifikasi masa percobaan 10 tahun dipandang terlampau lama. Sebab, dengan menjalani masa percobaan sama halnya terpidana mati menjalani dua masa hukuman yakni hukuman pidana penjara selama 10 tahun. Sepanjang tidak mengalami perubahan perlakuan dan sikap dalam kurun waktu 10 tahun, terpidana harus menjalani pidana mati. Sementara rekomendasi terbaru Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terbaru masa 5 tahun dinilai cukup menilai perubahan perilaku terpidana mati.

Karenanya, masa percobaan perlu dicantumkan hakim dalam putusannya. Kemudian adanya hal-hal meringankan sebagai pertimbangan penjatuhan hukuman mati dengan masa percobaan. Padahal, pidana mati semestinya tidak boleh dijatuhkan hakim sepanjang masih terdapat hal-hal yang meringankan. Soal pihak yang berwenang melakukan assesment terhadap terpidana menunjukan sikap dan perbuatan terpuji. Begitu pula komutasi terbilang panjang lantaran memerlukan pertimbangan MA. “Termasuk Penjelasan Pasal 100 ayat (1) RKUHP sedapat mungkin memperhatikan reaksi publik,” katanya.

Iftitah Sari berpandangan perdebatan pidana mati sejatinya tak berhenti pada persoalan vonis mati, tapi soal perlakuan setelah pemberian penjatuhan pidana mati oleh pengadilan. Setidaknya berdasarkan data yang dikantongi hingga per Januari 2022, ada 79 orang terpidana mati yang duduk dalam antrian selama lebih dari 10 tahun. Baginya, penerapan hukuman mesti dilakukan secara adil dan beradab.

Tags:

Berita Terkait