Menyoal Hukuman Mati Sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP
Utama

Menyoal Hukuman Mati Sebagai Pidana Alternatif dalam RKUHP

Perlu memperjelas konsep pidana alternatif, komutasi bersifat otomatis tanpa perlu disebutkan terlebih dahulu dalam putusan hakim, hingga mempertegas kelompok orang-orang yang dilarang dijatuhi hukuman mati, tak sekedar sebatas penundaan eksekusi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Baginya, fenomena deret tunggu terpidana mati termasuk bentuk penyiksaan. Seperti munculnya penderitaan mental dan fisik yang dialami terpidana mati akibat kegelisahan dan ketakutan. Mulai dari dakwaan, tuntutan, hingga jelang eksekusi dengan masa tunggu yang panjang dan ketiadaan kepastian. Kemudian, diperburuk dengan fasilitas kesehatan fisik dan psikis, termasuk asupan nutrisi yang minim.

Karenanya, perlu memperjelas konsep pidana alternatif. Seperti tuntutan pidana mati secara alternatif penerapannya mesti menggunakan penelitian kemasyarakatan dengan beberapa syarat pengetatan. Seperti perbuatan dilakukan dengan kejam dan di luar batas kemanusiaan. Kemudian peran pelaku dominan dalam suatu tindak pidana. Serta perbuatan pidana merupakan pengulangan tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana mati. Termasuk jumlah korban cukup masif.

Kemudian, komutasi bersifat otomatis tanpa perlu disebutkan terlebih dahulu dalam putusan hakim serta melalui keputusan presiden. Termasuk mempertegas syarat penjatuhan pidana mati secara umum serta sebagai pidana mati yang dituntutkan secara alternatif. Tak hanya itu, mempertegas kelompok orang-orang yang dilarang dijatuhi hukuman mati, tak sekedar sebatas penundaan eksekusi.

Menanggapi pandangan Iftitah Sari, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai pidana mati menjadi jenis pidana khusus. Karenanya penjatuhan tuntuan pidana mati dan penjatuhannya pun mesti dilakukan secara selektif. Soal perlunya ada assesment terhadap terpidana yang menjalani masa tunggu selama 10 tahun dilakukan pihak Lapas dan pembimbing lainnya. Assesmen bertugas menilai terpidana dalam kurun waktu 10 tahun mengalami perubahan perilaku dan sikap atau malah sebaliknya yang tujuannya mengubah pula hukuman yang diterima.

“Jadi berbagai disertasi mengulas pidana mati, seolah menjalani dua masa pidana. Sebab masa menunggu itu kan dipenjara,” katanya.

Tags:

Berita Terkait