Menyoal RUU Perubahan Undang-Undang Pers
Oleh: Anggara

Menyoal RUU Perubahan Undang-Undang Pers

Masyarakat Pers Indonesia sekali lagi dikejutkan dengan berita tentang munculnya RUU Perubahan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut RUU Perubahan UU Pers).

Bacaan 2 Menit

 

Lebih rancu lagi ketika kita lihat pembahasan dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4)

 

 

Pasal 9

Ayat (3): Setiap perusahaan pers wajib memenuhi standar persyaratan perusahaan pers.

Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut tentang standar persyaratan perusahaan pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

Dalam ketentuan yang terkait ini terlihat jelas inkonsistensi dari RUU Perubahan UU Pers ini. Jika pers didefinisikan sebagai subyek hukum dan bentuk badan hukumnya bisa bermacam-macam, mulai dari Yayasan, Koperasi hingga PT, maka akan bertabrakan dengan ketentuan dalam UU Yayasan dan juga UU Koperasi. Kedua UU ini justru mengatur sifat kedua badan hukum ini tidak sebagai badan usaha yang mempunyai kepentingan/motif ekonomi.

 

Persyaratan pengaturan tentang standar perusahaan pers juga melangkahi ketentuan yang terdapat dalam berbagai ketentuan. Misalnya ketentuan dalam UU PT, UU Yayasan, UU Koperasi, dan berbagai bentuk badan hukum lainnya yang diatur dalam KUHPerdata maupun KUHDagang.

 

Jika pemerintah bermaksud mengatur tentang standar perusahaan (termasuk perusahaan pers) maka pemerintah harus mengaturnya melalui UU, bukan melalui PP. Ini berarti Pemerintah harus merevisi berbagai peraturan yang terkait dengan badan hukum.

 

Problem Kontrol dan Sensor

Melalui RUU Perubahan UU Pers, pemerintah bermaksud meletakkan kontrol kembali terhadap kehidupan pers. Kontrol tersebut dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (2) jo ayat (5)

 

 

Pasal 4

Ayat (2): Terhadap pers tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Ayat (5). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pers yang memuat berita atau gambar atau iklan yang merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama dan atau bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat dan atau membahayakan sistem penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional.

 

 

Ketentuan dalam Pasal 4 ayat (5) ini sangat longgar karena sampai saat ini tidak ada penjelasan resmi baik dalam konteks UU maupun dalam berbagai putusan pengadilan apa yang dimaksud dengan berita atau gambar atau iklan yang merendahkan martabat suatu agama. Lalu berita yang dapat mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat dan membahayakan sistem penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional.

Tags: