Meski Justice Collaborator, Terdakwa Kasus Suap Ini Dituntut 5 Tahun
Berita

Meski Justice Collaborator, Terdakwa Kasus Suap Ini Dituntut 5 Tahun

Rinelda Bandaso dianggap terbukti mempertemukan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Dieyai dengan Dewie Yasin Limpo, dengan uang suap mencapai Sing$177.700.

ANT
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan listrik mikrohidro Dewie Yasin Limpo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/3). Dalam sidang tersebut, Dewie Yasin Limpo mendengarkan kesaksian asisten pribadinya Rinelda Bandaso.
Terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan listrik mikrohidro Dewie Yasin Limpo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/3). Dalam sidang tersebut, Dewie Yasin Limpo mendengarkan kesaksian asisten pribadinya Rinelda Bandaso.
Asisten pribadi mantan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso dituntut 5 tahun penjara karena dinilai terbukti menjadi perantara suap sebesar 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp1,7 miliar) dari Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua Irenius Adii dan seorang pengusaha, Setiady Jusuf.

“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 5 tahun dikurangi tahanan dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan," kata ketua penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/4).

Meski berstatus justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama, Kiki mengatakan, perbuatan Rinelda dilakukan saat negara sedang giat melakukan upaya pemberantasan korupsi. Walau begitu, status justice collaborator, selalu bersikap kooperatif serta belum pernah dihukum, menjadi pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa. Penetapan Rinelda sebagai justice collaborator berdasarkan surat pimpinan KPK No:1212/01/55/12/2015 tanggal 15 Desember 2015.

Walau berstatus justice collaborator, namun Rinelda tak dituntut minimal oleh KPK. Melihat perannya dalam kasus ini, penuntut umum KPK yakin Rinelda terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam pasal itu, dipidana minimal empat tahun penjara dengan maksimal 20 tahun penjara dengan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selaku staf pribadi Dewie, terdakwa mempertemukan Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai Papua Irenius Adii dengan Dewie Limpo untuk membahas rencana pembangunan Pembangkit Listrik di Kabupaten Deiyai. Dewie pun bersedia mengawal agar Kabupaten Deiyai mendapat dana APBN.

Sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Dewie memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana.

"Setelah pertemuan itu, Dewie meminta kepada Irenius Adii agar mempersiapkan dana pengawalan anggaran dan hal itu disanggupi oleh Irenius Adii," jelas Kiki.

Dewie kemudian meminta Rinelda agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survey Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Dewie pun meminta agar Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.

Kemudian pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius. Dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan dan Irenius mengatakan akan mengupayakannya.

Rinelda menyampaikan permintaan Irenius kepada Dewie Limpo dan Bambang. Sehari kemudian Rinelda mendapat informasi dari Bambang bahwa terdakwa akan membicarakan dengan Anggota Badan Anggaran (Banggar) Komisi VII DPR sekaligus menyampaikan adanya mekanisme penganggaran melalui Dana Aspirasi sebesar Rp50 miliar. Hal ini kemudian disampaikan Rinelda kepada Irenius.

Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Rinelda.

Rinelda pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar. Setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebesar Rp1,7 miliar dalam bentuk dolar Singapura. Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu Sing$177.700.

Sebagai jaminan, terdakwa mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiady serta Irenius sebagai saksi, masing-masing menandatangani surat. Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan. "Terdakwa juga menerima uang dari Setiyadi Jusuf sebesar Sing$1000," ungkap jaksa Amir Nurdianto.

Atas tuntutan tersebut, Rinelda menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pribadi dan juga pledoi dari kuasa hukumnya.
Tags:

Berita Terkait