Meski Tepat, Penghapusan KTKLN Dinilai 'Menabrak' UU PPTKI
Berita

Meski Tepat, Penghapusan KTKLN Dinilai 'Menabrak' UU PPTKI

Seharusnya dibuatkan Perppu sebagai payung hukum.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: Sgp
Foto: Sgp
Presiden Joko Widodo telah mengumumkan penghapusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Meski dinilai tepat oleh sebagian kalangan, namun penghapusan KTKLN dinilai ‘menabrak’ UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI). Demikian disampaikan anggota Komisi IX, Okky Asokawati, di Gedung DPR, Selasa (2/12).

Dijelaskan Okky, aturan dimaksud khususnya pada Pasal 62 ayat (1) UU No.39 Tahun 2004, yang menyatakan “Setiap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan pemerintah”. Okky prinsipnya sependapat penghapusan KTKLN sudah tepat. Hanya saja penghapusan tersebut semestinya sesuai aturan perundangan.

Ia berpandangan penghapusan KTKLN seharusnya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Ia beralasan dengan terbitnya Perppu mesti dicantumkan adanya pendataan bagi para TKI yang akan berangkat maupun yang berada di negara penempatan.  “Upaya ini semata-mata agar adanya tata tertib hukum dalam pengelolaan berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini berpendapat pendataan TKI menjadi penting antara lain melakukan kontrol dan komunikasi antara pemerintah dengan para pekerja Indonesia di masing-masing tempat kerjanya. Menurutnya, aspek perlindungan negara terhadap warga negaranya yang bekerja di luar neger dengan melalui pendataan yang akurat.

Okky mengatakan, persoalan KTLKN memang sudah lama disoroti oleh Komisi IX DPR. Soalnya, praktik di lapangan berbeda dengan teori di atas kertas. Ia berpandangan para TKI mendapat KTKLN apabila telah membayar asuransi. Di lain pihak, asuransi TKI acapkali bermasalah.

Masalah lainnya, TKI yang kembali ke Indonesia tak dapat lagi bekerja di luar negeri sepanjang KTKLN tidak diperpanjang. Perpanjangan KTKLN negara penempatan, apakah tersedia atau sebaliknya. “Singkatnya, perpanjangan KTKLN sangat memberakan para TKI di bagian imigrasi,” katanya.

Okky yang juga menjadi anggota dewan periode 2009-2014 lalu itu mengatakan mengatakan telah membahas di tingkat Pantia Kerja (Panja) terkait perubahan UU 39/2004, sebagai regulasi yang menjadi payung huium KTKLN. Dengan kata lain, DPR sudah merespon keluhan TKI atas perubahan UU tersebut.

Terpisah, peneliti Pusat Studi Nusantara (Pustara) Wiend Sakti Myharto mengapresiasi Presiden Jokowi yang menghapus KTKLN. Menurutnya, KTKLN kerap dijadikan  ajang pemerasan. Ia mengatakan, para TKI di luar negeri kerap mengeluhkan KTKLN yang amat memberatkan dan membenani para pekerja di negara luar. “Karena itu, niat baik Jokowi menghapus KTKLN adalah baik demi perlindungan para TKI di luar negeri,” katanya melalui siaran pers kepada wartawan.

Fakta lainnya, kata Wiend, apabila TKI terlantar, KTKLN amatlah diharapkan memberikan perlindungan bagi TKI. Nyatanya, KTKLN tak berfungsi sebagaimana konsep awalnya. Bahkan di lokasi penempatan, KTKLN tak memiliki peran dan fungsi sesuai harapan. Misalnya, ketika TKI di negara penempatan ingin membeli kartu perdana untuk berkomunikasi dengan keluarga di tanah air, ternyata tak juga bisa meski menunjukan KTKLN.

“Dengan menunjukkan KTKLN, TKI berharap bisa membeli kartu perdana agar bisa berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia, tetapi, si penjual pulsa tidak melayaninya kecuali TKI menunjukkan KTP/paspor,” katanya.

Hal lainnya, ketika TKI sampai di tanah air dan berharap mendapatkan gaji melalui klaim asuransi KTKLN ke Paladine Insurance, ternyata tak juga mendapatkan haknya. Menurutnya alasan dari pihak asuransi kerap tak jelas.

“Atas dasar itulah Pustara berharap kepala BNP2TKI menindaklanjuti mandat Jokowi yang menghapus KTKLN dengan mencari aturan baru sebagaimana janji Pak Nusron Wahid akan melakukan revolusi mental TKI selama 30 hari,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait